Karena perkuliahan di kampus STAN Bintaro sudah selesai, aku pun kembali ke pangkuan kota kelahiran: Manado, Sulawesi Utara.
Selasa, 5 November 2013 kemarin aku memutuskan untuk melakukan sesuatu yang sering kulakukan tapi tidak pernah kulakukan (nah, lho?) Aku telah berkelana dari satu kota ke kota lain dan banyak mengoleksi kenang-kenangan berupa foto daerah tersebut. Tapi di kota kelahiranku sendiri? Aku tidak pernah memotret apapun. Eh, pernah sih memotret patung-patung yang 'bertebaran' di sekitar kota, itu pun karena tugas matpel Kesenian saat SMP :p
Jadilah aku memutuskan untuk seharian hunting foto berbagai tempat wisata di Kota Manado. Berbagai tempat wisata dapat ditemui di Sulawesi Utara mulai dari wisata pantai, sejarah, kuliner, alam pegunungan, dan yang paling terkenal: Taman Laut Nasional Bunaken. Tapi di Kota Manado sendiri kita akan banyak menemui tempat wisata sejarah dan budaya, seperti Gereja GMIM Sentrum, Kelenteng Ban Hin Kiong (kuil tertua di kawasan Timur Indonesia, dibangun pada awal abad ke-19), Lapangan Sparta Tikala, Museum Negeri, Pantai Boulevard, dan Taman Kesatuan Bangsa.
Klenteng Ban Hin Kiong (sumber: Aroengbinang) |
Foto pertamaku adalah Jembatan Malalayang. Jembatan Malalayang adalah jembatan yang menghubungkan dua kelurahan: Kelurahan Malalayang dan Kelurahan Bahu di Kecamatan Malalayang. Aku sendiri, tinggal di Desa Manibang di Kelurahan Malalayang II. Aku selalu mengagumi pemandangan sungai tiap kali lewat jembatan ini, namun baru kali ini sempat mengabadikannya. Dulu tembok penghalang belum dibangun sehingga tidak ada batas dari rumah warga menuju sungai di bawah sana. Untunglah pemerintah berinisiatif membangunnya sehingga menjadi lebih aman bagi masyarakat yang tinggal dekat DAS.
Sepanjang perjalanan menyusuri jalan raya Trans-Sulawesi, kita akan disuguhkan pemandangan laut yang spektakuler. View lautnya selalu indah dan unik, tergantung lokasi, waktu dan cuaca ketika pengambilan foto. Jika ada kesempatan aku ingin menghabiskan waktu seharian di Boulevard hanya demi mengabadikan si cantik laut Manado ini.
Foto diambil tahun 2010 di Pantai Malalayang (dekat Terminal Malalayang) |
Lokasi berikut ini disebut Zero Point, baru diresmikan oleh pemerintah pada tahun 2009 yang lalu. Disinilah kita bisa menemukan angkot trayek apapun, karena titik perjalanan dimulai dari sini.
Berjalan ke arah Utara, kita memasuki pusat Pasar 45 yang terkenal itu. Sejak SD aku telah mengenal akrab lingkungan ini, sehingga tak jarang aku dijuluki "preman pasar" oleh teman-temanku. Hahaha nostalgia sedikit ngga apa-apalah ya, readers ;)
Diantara monumen dan patung yang tersebar di Kota Manado, Tugu Peringatan Pendaratan Batalyon Worang adalah satu-satunya monumen yang menjadi tengara operasi militer sebuah kesatuan tentara yang saya temui. Tugu Peringatan Pendaratan Batalyon Worang ini berada di Kelurahan Wenang Utara, Kecamatan Wenang, di pusat Kota Manado. Batalyon Worang merupakan salah satu Batalyon dibawah Markas Besar Angkatan Darat yang sebelumnya bernama Batalyon B pada Brigade 16 TNI AD, dibawah pimpinan Mayor Hein Victor Worang (dengan pangkat terakhir Mayor Jenderal TNI-AD), yang ditugaskan ke Manado untuk mempertahankan keutuhan negara kesatuan RI dari gerakan separatis. Batalyon Worang terdiri dari 7 kompi, yaitu Kompi Yuus Somba, Utu Lalu, Wim Tenges, Wuisan, Andi Odang, John Ottay, dan Kompi Wim Yoseph (Kompi Markas), dengan Kepala Staf Batalyon Kapten Rory. Pasukan Batalyon Worang berjumlah sekitar 1.100 orang. Batalyon Worang ditugaskan dalam berbagai operasi militer, diantaranya di daerah Jawa Timur, Jakarta, Makassar, Ambon, dan Manado.
Pada kesempatan hari kedua city tour mengunjungi museum, aku baru mengetahui bahwa Brigjen H.V. Worang selanjutnya menjadi gubernur definitif pertama Provinsi Sulawesi Utara (1967). Get yourself ready for the story, ya :)
Berjalan lagi ke arah Timur, kita akhirnya menemukan: alun-alun kota Manado! Yeay! Akhirnya, aku sadar bahwa Manado juga punya alun-alun kota :') Sayangnya, alun-alun ini tidak digunakan sebagaimana mestinya. Saat ini alun-alun yang lebih dikenal sebagai TKB (Taman Kesatuan Bangsa) hanya digunakan sebagai tempat istirahat pedagang, sopir, atau pejalan kaki yang kebetulan melintas di dekatnya. Itu pun bukan di tengah taman, tapi di tepian dimana berdiri pohon-pohon rindang. Padahal kursi-kursi adanya di bagian tengah taman. Di sebelah timur laut berdiri MTIC alias Manado Tourism Information Center yang tidak buka ketika aku datangi, duh!
Monumen Dotu Lolong Lasut |
Gereja Sentrum |
Dari Gereja Sentrum, aku bermaksud mengunjungi Museum Negeri Sulawesi Utara di Jl. W.R. Supratman yang bisa ditempuh dengan naik angkot jurusan Teling dari Pasar 45. Tapi sayangnya museum tutup di hari libur nasional. Jadilah aku melanjutkan perjalanan ke Kelurahan Komo.
Monumen Walanda Maramis |
Di monumen ini terdapat semboyan Minahasa: "Maesa-esaan wo maleo-leosan se tou lima wo pitu pakasaan un tana Minaesa" artinya "Saling bersatu/seiya sekata dan saling mengasihi dan menyayangi antara tiap orang dari tujuh anak-suku (pakasaan) di Tanah Minahasa."
Monumen Toar-Lumimuut |
View from Jembatan Miangas |
PS.
Selain trip review di atas, aku juga ingin promosi berbagai tempat wisata potensial di sekitar Sulawesi Utara yang masih mudah dijangkau dari Kota Manado. Perjalanan ke tempat-tempat wisata ini aku lakukan di beberapa kesempatan ketika pulang liburan tahun 2011-2012. Check them out!
MONUMEN YESUS MEMBERKATI
Source: http://wisatajiwa.files.wordpress.com/2012/11/img_8105_resize.jpg |
BUKIT KASIH
Simbol kerukunan dan perdamaian antar umat beragama sangat tercermin pada sebuah tugu yang berdiri kokoh pada kaki bukit. Tugu setinggi 22 meter itu dibuat berbentuk persegi lima sebagai lambing kelima agama yang ada di Indonesia. Yang membuat mata terkagum-kagum adalah terdapat pahatan di masing-masing dindingnya yang berisikan ajaran kelima agama tersebut. Hal ini membuktikan bahwa kelima agama dapat menyatu di bukit ini. Selanjutnya tentang Bukit Kasih dapat di-googling sendiri, atau baca disini ya.
Danau Linouw memiliki kandungan belerang yang tinggi dimana gelembung-gelembung di tepi danau memancarkan uap air panas. Warna danau mengalami perubahan cahaya biru, hijau, tosca, dll. Danau dapat dicapai dengan naik angkot dari Terminal Bis Tomohon menuju persimpangan ke danau, lalu jalan kaki sekitar 700 m melalui jalan masuk dari Desa Lahendong.
Oh ya, readers, desa Lahendong sendiri terkenal dengan sumber mata air panas dengan bau belerang yang khas, sehingga ada lelucon tentang 'bau kentut' yang segera tercium ketika memasuki desa ini :p Desa Lahendong juga dikelilingi hutan pohon cemara yang juga menjadi tempat wisata menarik (untuk foto-foto narsis) :D
Di siang hari warnanya hijau tosca, di sore hari warnanya berubah jadi biru. Cool! |
Ngga heran deh kenapa tempat ini jadi lokasi favorit untuk pre-wedding |
Pisang goreng terenak bagiku ya pisang goreng-nya Sulawesi Utara :') |
Taman Wisata Toar Lumimuut adalah salah satu tempat wisata sejuk di Kecamatan Sonder, Kab. Minahasa yang berjarak sekitar 1,5 jam perjalanan darat dari kota Manado. Taman Wisata Toar Lumimuut merupakan sebuah kawasan hutan kota yang di dalamnya terdapat kolam renang yang airnya jernih karena berasal langsung dari sumber mata air pegunungan. Di taman inilah aku pertama kali menjajal flying fox dengan biaya Rp20.000,- dan langsung ketagihan! Hahaha... Di hari libur taman ini jadi tempat retreat jemaat gereja yang ingin ibadah outdoor sekaligus rekreasi.
Another monumen Toar-Lumimuut |
Source: http://thearoengbinangproject.com/taman-wisata-toar-lumimuut-minahasa/ |
Source: http://www.pangolinfund.com/gallery/Tangkoko-Sulawesi/030__tangkoko-nature-reserve-north-sulawesi-indonesia-8jul2011.jpg |
Source: http://burung-nusantara.org/wp-content/gallery/sites-and-habitat/nb-tangkoko-filip-verbelen.jpg |
Pantainya masih 'perawan' |
Batuputih, a hidden paradise |
0 testimonial:
Post a Comment