Setelah melewati ±8 jam di dalam kereta, Bang Adi, Vani, dan aku tiba juga di kota St. Petersburg. Puji Tuhan, kami semua sudah bersenjatakan pakaian musim dingin terbaik karena detik pertama kaki melangkah di peron stasiun St. Petersburg, kami langsung membuktikan kebenaran perkataan Mas Wawan bahwa kota ini memang lebih dingin dari Moskow. Well, aku jadi semakin penasaran ingin membuktikan fakta-fakta lain tentang St. Petersburg: apa betul kota ini adalah salah satu kota terindah di Eropa (Eurasia)? Ikuti petualangan kami di mantan ibukota Rusia ini yaa! 👧
Di kota ini kami memilih untuk tinggal di
Hotel Stasov yang t-o-p-b-g-t, tak heran deh bisa mendapat
2017 Travelers' Choice award dari
TripAdvisor. Lokasinya terletak persis di samping halte bus, dijamin kalian nggak akan nyasar ataupun capek jalan kaki menuju hotel satu ini. Kami menempati
triple bed room di lantai 3, nampaknya tiga hari itu hotel sedang sepi
customer jadi suasanya sangat sepi dan tenang, nyaman sekali.
Satu nilai
plus lagi untuk Hotel Stasov: kami diizinkan
early check-in! Yihaaa, akhirnya merasakan siraman air hangat di tubuh, setelah hampir 24 jam nggak mandi. Tidur nyenyak semalam,
checked! Mandi dan
berdandan pake-sunscreen-bedak-dan-lipstik,
checked! Aku siap menjalani hari pertama di St. Petersburg!
|
Kamar kami di Hotel Stasov |
Tips: jangan ragu menggunakan Google Maps selama keliling Rusia, utamanya manfaatkan fitur
Transit Direction dimana GMaps akan menunjukkan kalian opsi-opsi transportasi publik yang bisa digunakan.
Perjalanan dari terminal kereta menuju Hotel Stasov kami tempuh dengan lancar berkat Google Maps yang menuntun ke lokasi halte bus terdekat serta bus yang harus dinaiki. Yang membingungkan hanya satu: kami saat itu tidak punya
pass card. Bolehkah kami naik bus? Ternyata jawabannya:
bisa saja. Di dalam bus ada kondektur yang bertugas untuk memberi karcis bagi penumpang yang membayar tunai, dan menyodorkan mesin
tap portabel untuk penumpang dengan
pass card. Seringnya kami menemukan ibu-ibu (bahkan "oma-oma") yang bertugas sebagai kondektur. Aku jadi bertanya-tanya, apakah ini kebijakan Pemerintah agar membuka lapangan kerja bagi orang tua? Ataukah memang tidak ada anak muda yang mau menjadi kondektur?
|
Oma Kondektur dan Sis Vani (maaf ya sist!) |
Satu setengah jam kemudian, tepatnya pukul 10 a.m., tibalah kami dengan selamat sentausa ke depan pintu gerbang Istana Peterhof. Menyadari bahwa lokasi ini luaaaaas sekali, kami putuskan untuk menyiapkan stamina terlebih dahulu (baca: makan!). Dan untuk makan, kami perlu duit. Padahal duit rubel di kantong tinggal beberapa lembar lagi. Kami putuskan untuk menyeberang jalan dulu ke sebuah bank *aku lupa namanya apa* untuk mencari
currency exchange. Tahukah kamu bahwa menukar mata uang asing di bank sebenarnya lebih baik daripada kios/toko non-bank, baik dari segi keamanan maupun nilai tukar?
Dompet sudah terisi, sekarang saatnya mengisi perut yang kelaparan akibat belum sarapan. Kami memilih
Family Resto, salah satu restoran dekat Istana Peterhof dan merupakan
the only resto yang telah buka jam pagi itu. Pilihan yang tidak kami sesali, karena ternyata restoran ini punya interior menarik. Makanan yang datang pun sebanding harganya; lebih mahal dari KFC/Teremok dengan cita rasa masakan restoran berkualitas.
|
Interior Family Restaurant |
Dari kejauhan saja,
Peterhof (atau "
Petrodvorets")
telah sukses bikin kami terkesima. Bahkan sampai detik ini,
Readers, aku masih susah menemukan deskripsi yang pas untuk menceritakan keindahan Peterhof. Memasuki gerbang utama kita akan langsung bertemu dengan kebun di sisi kiri dan kanan yang terbentang begitu luas, mengelilingi sejumlah kolam sebagai pusat perhatian. Di ujung sana berdiri suatu bangunan luas bercat oranye (
peach?) yang dinamakan "
Great Palace." Persis di tengah-tengah area luas ini terdapat air mancur indah yang sudah banyak dikelilingi wisatawan, jadi
spot berfoto favorit. Namanya
"Dubovyy Fountain" alias "
The Nymph with the Oar." Saat masa-masa awal pendirian Peterhof, area
Upper Garden adalah lahan subur untuk menanam sayur-sayuran. Kolam-kolam yang kini menjadi air mancur, dulunya hanya ada 3 buah dan dijadikan kolam ikan.
|
Selamat datang di Upper Garden |
|
Dulunya bekas kolam ikan |
|
Church of the Grand Palace |
Apa yang ada di kepalaku begitu melihat segala kecantikan ini? PACAR MANA PACAR?! Hahaha...
believe me, guys, kebun subur nan hijau ini bakal bikin kalian pengen menelusurinya sambil gandengan sama kekasih hati. Kalau capek setelah berkeliling, banyak kursi kayu (
bench) di bawah pohon rindang siap menjadi tempat peristirahatan.
Peter The Great, sang pencetus pembangunan Peterhof (dalam Bahasa Belanda berarti
"Peter's Court"), mendapatkan inspirasi dari Versailles setelah pelesir ke Prancis pada awal 1700-an. Proyek "Istana Peterhof" dimulai tahun 1714 dengan meniru bentuk Versailles, bahkan lebih indah dan megah. Pembangunan ini bertepatan dengan
Northern War yang berlangsung antara Kekaisaran Rusia melawan Kerajaan Swedia tahun 1700-1721.
Peter the Great kemudian mendedikasikan seluruh komplek Peterhof sebagai komemorasi kemenangan Rusia atas Swedia.
Masih belum puas dengan hasil foto di depan air mancur, tahu-tahu Bang Adi sudah mengemasi kamera "hits"-nya seakan mau bergegas meninggalkan tempat ini.
"Lho abang mau kemana?"
"Ayok cepak (baca: Ayo cepet) masih ada lagi
Lower Garden yang lebih cantika beautika (baca: cantik
beautiful)!"
Oalaaah, gini nih akibat kurang riset. Tahunya cuma apa yang ada di depan mata saja hahaha. Aku dan Vani bergegas menyusul Bang Adi yang sudah mengarah ke arah barat air mancur Dubovyy.
Readers yang setia mengikuti serial
trip review Rusia pasti udah paham lah ya betapa cepat kaki-kaki seorang Bang Adi. Sebelum menginjak
Lower Garden yang letaknya persis di belakang
Great Palace, kami harus membeli
tiket masuk terlebih dahulu dengan harga 750 rubel (Rp170.000,-) FYI, jika hanya berfoto di area
Upper Garden alias tempat kami di awal tadi, pengunjung tidak dipungut biaya apapun.
|
Langitnya bikin jatuh cinta |
Daya tarik utama Istana Peterhof memanglah terletak di
Lower Garden yang terletak di Teluk Finlandia.
Highlight utamanya adalah air mancur, kolam, aliran air laut (
Sea Channel) yang terletak di depan bangunan
Grand Cascade. 64 buah air mancur di depan dan samping
Grand Cascade, mengalirkan airnya ke sebuah kolam semi-sirkular; kolam yang juga menjadi salah satu ujung
Sea Channel, dengan ujung lainnya berakhir di teluk.
Sea Channel ini dulunya berfungsi sebagai akses kapal dari Laut Baltik ke kompleks
Grand Palace. Saat itu,
pathway untuk pejalan kaki masih belum ada dan banyak air mancur baru dibangun beberapa tahun setelahnya.
|
Tampak dekat Sea Channel |
Pada tahun 1730, patung
"Samson and Lion"
didirikan di tengah kolam. Patung berupa sosok lelaki kekar bernama Samson yang tengah mencabik rahang singa di hadapannya, simbol kemenangan Rusia atas Swedia. Di sekitarnya, patung-patung tokoh mitologi Yunani kuno dan dewa-dewi Roma turut meramaikan suasana. Pemandangan di
Grand Cascade ini memukau banget, apalagi saat sinar matahari memantul di permukaan kolam dan menyorot patung-patung emas.
|
Samson and Lion |
Air-air mancur ini hanya dibuka dari bulan Mei hingga Oktober, jadi urungkanlah niat melihat air mancur Peterhof saat musim dingin. Kenyataannya memang air-air mancur inilah yang jadi
main attraction, kebanyakan pengunjung lebih memilih jalan kaki keliling taman dan air mancur daripada tur di dalam
Grand Palace. Selama musim dingin, air mancur dimatikan untuk perawatan. Lagipula, kalian bisa membeku lho berada di tepi Laut Baltik saat suhu di bawah 0℃, anginnya kencang sekali!
Readers ngerti kan sekarang kenapa Peterhof dijuluki: "Istana Musim Panas"?
|
Selamat berburu fenomena pelangi! |
|
Jalan setapak mengarah ke ujung Teluk Finlandia |
Terbayang dulu betapa syahdunya suasana ketika Sang
Tsar dan
Tsarina jalan-jalan mengelilingi
Lower Garden. Tidak ada wisatawan asing, tidak ada suara
shutter, tidak ada suara megafon
tour guide... hanya ada mereka dan para penjaga. Mungkin sesekali ada suara pekerja taman yang merapikan rumput atau membersihkan kolam. Apalagi saat musim gugur, ya, ketika daun-daun berubah warna menjadi merah dan kuning... Indah banget pasti. Eits, tapi di era modern ini, Peterhof punya
hidden fountains yang bisa tiba-tiba menyemburkan air saat ada orang di dekatnya!
Stay aware ya selagi jalan-jalan santai di taman, hehehe.
|
Pacar mana pacar |
Tips: Normalnya pengunjung akan menghabiskan 3-4 jam wisata di Peterhof, jadi pastikan kalian sudah sarapan/makan siang terlebih dahulu ya. Kalaupun tidak, jangan khawatir. Kios-kios dan gerobak
snacks/souvenir bertebaran kok di sekitar Peterhof. Pastikan juga kalian membawa jaket dan kacamata hitam; Peterhof berbatasan langsung dengan Laut Baltik sehingga angin selalu bertiup kencang, tak peduli musim apapun. Siap-siap deh sibuk merapikan rambut yang nakal terbang setiap mau
strike a pose.
|
Kios-kios banyak bertebaran |
3 jam berlalu, kami putuskan saatnya kembali ke pusat kota. Peterhof memang indah, tapi angin kencangnya sudah cukup bikin menggigil. Di luar
Upper Garden kalian bisa menemukan area pedagang tak jauh dari kawasan parkir mobil. Harganya rata-rata lebih mahal dari harga
souvenir di Moskow, tapi
worth it kok karena barang-barang yang dijual
mostly menunjukkan keindahan Peterhof, bukan kota St. Petersburg. Aku sendiri membeli talenan kecil berlukiskan
Grand Palace-nya Peterhof, cantik banget buat pajangan dinding di rumah.
Wisata taman sudah... selanjutnya, kita wisata religi dulu! Bang Adi mengajak kami ke
St. Isaac's Cathedral ... Katedral St. Isaac pada mulanya merupakan gereja utama kota St. Petersburg yang dibangun antara tahun 1818 dan 1858 oleh
Auguste Montferrand, seorang arsitek berdarah Prancis. Katedral St. Isaac menjadi gereja terbesar di Rusia sebelum akhirnya dikalahkan oleh
Church of Christ the Savior di Moskow (selesai dibangun 2000).
|
St. Isaac's Square yang rindang |
|
Monumen Nicholas I di seberang St. Isaac's Square |
Rupanya niat utama Bang Adi kesini adalah untuk 'mendaki'. Selain interior di dalam katedral, yang notabene penuh lukisan dan hiasan menarik,
Colonnade adalah
main attraction katedral.
Colonnade adalah ruang kosong di bagian atap yang bisa dimasuki pengunjung untuk melihat
view kota St. Petersburg dari ketinggian 100 meter dari permukaan tanah. Aku lupa bagaimana cerita tepatnya, loket karcis untuk mengakses
Colonnade sedang ditutup dan harus menunggu sekitar 20 menit untuk bisa membeli karcis. Aku menggunakan kesempatan ini untuk menggoyahkan keinginan teguh Bang Adi: "Bang, besok aja yuk naiknya... liat tuh langit mendung, pasti nanti pemandangannya kurang cetar." Langit memang tampak kelabu sore itu,
Readers.
Puji Tuhan, bujukan kami sukses membuat Bang Adi mengurungkan niat menaiki
Colonnade. Karena... beberapa saat kemudian butiran salju mulai melayang turun perlahan! Aaaaaakk entah gimana kalau aku berada di atas sana, mungkin sudah membeku sejak detik pertama terkena angin. Kami pun melipir ke kafe tak jauh dari Katedral St. Isaac untuk berlindung dari terpaan salju. Untunglah salju kali ini tak sederas waktu di Moskow, kami tak perlu lama-lama nongkrong dan bisa pulang ke Hotel Stasov dengan tenang.
|
Mega mendung bergelung |
Sudah susah-susah membujuk Bang Adi agar tidak membuatku
jatuh ke dalam pencobaan terjebak udara dingin... malam itu, aku lagi-lagi menyatakan kekalahan. Aku langsung merasa
deja vu dengan
kisah hari kedua di Moskow. Yap, benar Pemirsa, kedua
travelmates lagi-lagi menyeretku untuk pelesir malam hari. Bedanya, aku
lumayan bersemangat kali ini karena memang penasaran dengan kecantikan St. Petersburg. Selama jalan-jalan dengan bus hari ini, mata kami kerap dimanjakan dengan bangunan-bangunan indah St. Petersburg di sepanjang tepian sungai dan kanal. Hasrat fotografiku terbit, ingin merekam kelap-kelip lampu bangunan memantul di permukaan Sungai Neva yang mengaliri kota St. Petersburg. Mari kita jalan!
|
Starting point: Blagoveshchenskiy Bridge |
Beberapa menit setelah keluar dari bus, kami didatangi teman 'lama': SALJU! Halo, saljuuuu! Masih belum puas ya ketemu kami tadi sore? Hihihi. Sepertinya dia bilang, "Hey, aku nungguin kalian keluar kamar lho. Akhirnya!"
Readers yang juga mem-
follow aku di Instagram pasti sudah lihat kan liputan "Salju Malam Hari" di
Instagram Story-ku? Cantik bangeeeet kan kalau dari layar kaca? Aslinya mah, menggigil! Lihat saja
style-ku yang hanya tersisa wajah di bawah ini hahaha. Ehm...
readers yang belum
follow Instagram-ku... bisa kali melipir dulu
kesini! 😆
|
Yang kanan ini makhluk dari mana? |
St. Petersburg di malam hari aman-aman saja, kok, mungkin karena kami jalan bertigaan, jadinya saling menjagai; kalau berjalan di depan, sesekali menengok ke belakang untuk memastikan bahwa temennya masih ada di belakang. Kalau melihat orang asing mendekat, kami berhenti dan saling merapat agar tidak kena 'gangguan'. Aman dan nyaman deh. Tak perlu khawatir. Sepanjang boulevard pasti akan ada tukang perahu yang menawarkan paket wisata "Bridge Tour" alias naik kapal mengarungi Sungai Bolshaya Neva dengan tujuan utama melihat 'atraksi' jembatan hidrolik terangkat. Kami sih tidak tertarik ya, nggak kebayang bakal sedingin apa lagi suhu di tengah sungai.
Pemandangan malam (hampir midnight) kota St. Petersburg indah sekali, kawan-kawan. Pantulan lampu-lampunya itu bikin terhanyut. Bikin mengkhayal, "Ah seandainya kamera yang kubawa lebih high class... pasti udah bisa menjepret foto-foto ala kalender." Hihihi. Berikut beberapa hasil jepretan Bang Adi dan aku, kalo kurang puas monggo minta secara personal hahaha...
|
Gedung Parlemen |
|
St. Isaac's Cathedral |
|
Kuntskamera, Museum Antropologi |
Terima kasih sudah mampir,
Readers! Cerita selanjutnya tentang kota St. Petersburg:
ketemu teman lama Bang Adi di kota Pushkin. Harap bersabar yah. 😎
***
↠ List Russia Trip stories:
Eropa memang indah ya karya arsitektur nya..
ReplyDeleteKlasik nan romantis gitu kan sis
Deletecantik bangeeet :')
ReplyDeleteSemoga bisa kesini ya Ncy :')
Delete