July 01, 2017

Victory Day di Red Square - Russia Trip Pt. 4

9 Mei 2017 begitu dinanti-nantikan oleh mayoritas warga Rusia; pada hari ini mereka merayakan 72 tahun kemenangan Rusia atas pasukan Nazi pada tahun 1945. Hari Kemenangan alias "Victory Day" ini dirayakan dalam bentuk military parade, saat dimana ribuan warga turun ke jalan untuk menonton pertunjukkan marching band, baris-berbaris tentara, dan iring-iringan kendaraan militer melintas di sepanjang jalan protokol Moskow. Ehm. Sebenarnya sih semua kota di Rusia -- bahkan beberapa negara lain yang pernah jadi bagian Uni Soviet -- turut merayakan Victory Day, baik dengan parade ataupun bentuk perayaan lain.



DAY 4. TUESDAY, MAY 9. MOSCOW.
Dari yang awalnya semangat banget kepengen menonton parade, Bang Adi malah memundurkan jadwal pesiar dari jam 7 pagi (!) menjadi jam 9. Parade Victory Day cukup ditonton dari layar kaca saja.

After Parade of Victory's Day

Sayangnya, Victory Day tahun ini memecahkan rekor sebagai Victory Day pertama tanpa atraksi flypast (atraksi sekelompok pesawat militer di udara.red), awan tebal memaksa Pemerintah untuk membatalkan aksi terbang indah ini. Yah, apa mau dikata cuaca emang sedang tidak begitu baik beberapa hari belakangan. Menurut laporan Kantor Berita Moskow, Victory Day 2017 merupakan yang terdingin sejak tahun 1945 dimana temperatur hari ini mencapai suhu 4.6 - 5℃.


Tidak mau ketinggalan dari seluruh warga Rusia, kami pun ikut menanti-nantikan tanggal 9 Mei 2017. Hanya saja, alasannya berbeda dari warga Rusia lain. Kami justru ingin parade Victory Day segera berakhir! Hahaha... 

Rangkaian perayaan Victory Day menyebabkan Red Square sulit diakses sejak hari pertama kami tiba di Rusia. Padahal, Selasa ini adalah hari terakhir penjelajahan Moskow. Malam jam 21.00 nanti kami sudah harus berangkat ke St. Petersburg. Artinya, ini hari terakhir menunaikan perjalanan suci ketemu Katedral St. Basil.

...dan misi pun sukses

*

Perjalanan Moskow-St. Petersburg nanti malam akan kami tempuh dengan kereta Russian Railways (RZD). Sebelumnya, mari kita beri standing ovation kepada Bang Supriadi! ๐Ÿ‘๐Ÿ‘ Beliau, dengan ajaibnya, sukses membelikan kami bertiga tiket PP Moskow-St. Petersburg dari situs resmi RZD yang notabene berbahasa Rusia. Nggak salah pilih temen jalan nih ๐Ÿ™ˆ *padahal Bang Adi yang nyesel karena memilihku sebagai travelmate hahaha*

Teman jalan favorit! (Loc: Park Pobedy St.)

Kereta baru akan berangkat pukul 21.50 artinya masih ada 12 jam bagi kami untuk pesiar Moskow, dan tentunya, menunaikan "Perjalanan Suci Bertemu Katedral St. Basil." Agar memperingan barang bawaan, kami menyewa loker di terminal (jangan membayangkan "terminal" sebagai tempat perhentian bus ya) yang bisa diakses dengan metro perhentian stasiun Komsomolskaya lalu keluar stasiun metro menuju railway terminal Leningradski Vokjal.

Setibanya di Leningradski kutemukan Bang Adi celingak-celinguk membaca setiap papan informasi sambil terus-terusan melirik smartphone di tangan. "Abang ngapain?" Pertanyaanku tidak langsung dijawab. Bang Adi malah terus berjalan ke sisi terminal yang lain, masih seperti mencari-cari sesuatu di papan informasi.

"Oh itu dia! KAMEVA!" seru Bang Adi tiba-tiba. HAH? APA? KAMEHAMEHA? Kok Bang Adi tanpa angin tanpa hujan merapal jurus andalan Goku "Dragon Ball"??? Ups. Ternyata "Kameva" yang dimaksud beliau adalah tulisan "ะบะฐะผะตั€ะฐ" (seharusnya dibaca "Kamera"), bahasa Rusia-nya "baggage room". Sedari tadi beliau membaca instruksi di Google tentang bagaimana mencari ruang loker di terminal kereta api. Astaga hahahaha.



Loker penyimpanan tas/koper terbagi atas dua jenis: otomatis dan manual. Di Leningradski kami diarahkan menuju loker otomatis, nampaknya karena tidak ada penjaga di ruang loker manual (barang-barang diserahkan kepada penjaga loker). Menggunakan loker otomatis caranya sama kayak loker pada umumnya, kita sendiri yang memasukkan dan mengeluarkan barang titipan ke dalam suatu kotak berkunci. Loker otomatis disewakan seharga ₽300 (kurs Rp235 = Rp70.500,-) dan bisa muat hingga 3 backpack ukuran 35L, jatuhnya jadi murah karena bisa dibagi bertiga.

*

Hati kembali senang dan riang setelah menitipkan beban di loker. Saatnya kami melanjutkan tour de Moskva ke destinasi kedua: Cathedral of Christ the Saviour. Katedral bisa dicapai dengan jalan kaki dari Kropotkinskaya St. karena letaknya yang berada persis di depan exit stasiun.




Cathedral of Christ the Saviour (ะฅั€ะฐะผ ะฅั€ะธัั‚ะฐ ะกะฟะฐัะธั‚ะตะปั) adalah salah satu katedral ortodoks terbesar di dunia, bersaing dengan Holy Trinity Cathedral of Tbilisi di Georgia dan Church of Saint Sava di Serbia. Selesai dibangun pada 2000, Katedral seakan menjadi kado ulang tahun bagi Moskow yang ke-850. Kata-kata semata seakan tidak cukup untuk memuji keindahan katedral. Lonely Planet menyebutnya sebagai: "...amazingly opulent, garishly grandiose and truly historic." 

Di balik megah dan spektakulernya Katedral, terdapat sejarah yang panjang dan berliku-liku. Ketika Rusia berhasil mengalahkan pasukan Napoleon pada tanggal 25 Desember 1812, Kaisar Alexander I memerintahkan untuk membangun Katedral maha-indah sebagai penghormatan kepada Kristus sang Penyelamat, bentuk puji syukur atas kemenangan tentara Rusia pada hari kelahiran-Nya tersebut.

Bangunan pertama Katedral walhasil berdiri di bukit Sparrow Hills pada tanggal 12 Oktober 1817. Baru disadari kemudian bahwa tanah bukit ternyata tidak stabil dan tidak dapat diperbaiki karena ada aliran air di bawahnya. Jadilah, pada 10 September 1839, Katedral dipindahkan ke lokasinya saat ini yaitu pinggir Sungai Moskva dekat Kremlin. Pembangunan Katedral memakan waktu 40 tahun hingga diresmikan pada 26 Mei 1883.

Tak berhenti di situ, sejarah Katedral masih berjalan panjang. Setelah Revolusi tahun 1917, pada masa Stalin tengah tergila-gila dengan konsep sekulerisme, rencana pembongkaran mulai digaungkan. Demolisi ditujukan untuk mengganti Katedral dengan sebuah Monumen Sosialisme, dalam bentuk Palace of Soviets setinggi 315 meter, lengkap dengan patung Lenin raksasa di puncaknya (klik di sini untuk lihat desain). Sejarah mencatat, pada tanggal 5 Desember 1931 Katedral akhirnya luluh lantak menjadi puing-puing; entah berapa banyak dinamit yang diledakkan untuk menghancurkan bangunan sebesar itu.

Alih-alih jadi istana, lahan bekas katedral tua malah disulap menjadi lokasi kolam renang terbesar di dunia akibat tidak diperolehnya dana untuk membangun istana. Kolam renang beroperasi mulai tahun 1958 sampai awal 1990-an ketika masa kejayaan Soviet berakhir dan Gereja Ortodoks Rusia menerima izin untuk membangun kembali Cathedral of Christ the Saviour. Pembangunan dimulai tahun 1995 dan selesai seluruhnya pada 19 Agustus 2000. 




Katedral Christ the Saviour dibangun dengan arsitektur Neo-Byzantine dan mengambil inspirasi dari Hagia Sofia di Istanbul dan St. Isaac's Cathedral di St. Petersburg. Katedral dengan luas 5,240 m² ini dapat menampung hingga 10.000 jemaat, masih kalah dengan muse-nya, St. Isaac's di St. Petersburg yang berkapasitas 14.000 jemaat. Kubah emas Katedral memiliki tinggi 103 meter. Pengunjung dapat memasuki Katedral tanpa biaya pada jam-jam tertentu yaitu 13.00-18.00 hari Senin dan 10.00-18.00 hari Selasa-Minggu.

Patung perunggu Kaisar Alexander II

Kami tidak berlama-lama lagi di sini karena rintik-rintik hujan mulai terasa jatuh di kepala. Sejak keluar dari stasiun Kropotkinskaya langit memang sudah tampak gelap. Baik banget ya, hujan menunggu kami selesai foto-foto dulu di Katedral baru akhirnya turun menderas.


Berasa punya juru foto pribadi

Kami meninggalkan Katedral Christ the Saviour melalui jembatan di belakangnya, bukan lewat stasiun Kropotkinskaya sebagaimana ketika datang. Dari jembatan yang membentang di atas Moskva River ini, kita bisa melihat Kremlin di kejauhan. Sayang sekali awan hitam bergelung tebal di atasnya, menghalangi jarak pandangku yang memang sudah minus ini.




"KYAAA!" suara teriakan Vani tiba-tiba terdengar dari arah belakangku. Ternyata Vani sedang didekati dua boneka (badut) besar yang mencoba mengajaknya foto bareng. Duh, di Katedral yang teduh seperti ini pun ada aja ya orang cari duit dengan modus foto bareng kostum boneka. Padahal itu annoying banget, apalagi kalau mereka mulai memaksa dengan nyamperin sok-sok akrab. Oh ya, Vani bukannya lagi mengalami assault alias diganggu, kebetulan aja dia phobia sama boneka, kedua 'badut' itu salah sasaran. Well readers, tetap waspada terhadap orang-orang di sekitar kalian ya. Juga jangan lengah menjaga barang bawaan, pastikan paspor dan ponsel selalu 'melekat' dengan badan.

*

Keputusan menggunakan jembatan membawa kami dalam penyesalan, setelah 15 menit berjalan kaki tak juga menemukan satu pun restoran (ceritanya mau nyari makan siang). Tempat makan tidak ada, entrance ke stasiun metro pun nihil. Kan jadi keqi. Udah mana gerimis tak kunjung berhenti, makin lengkaplah ke-keqi-an ini.

Mencoba mengabaikan perut yang mulai melilit, kami jalan kaki 1.7 km ke arah Timur Laut dengan harapan bisa menemukan restoran atau kafe. Sebenarnya jarak ini sama saja dengan ruteku menempuh Kosan-Kantor setiap hari, hanya saja... dinginnya itu lho! Apalagi kami jalan kaki di tepi Sungai Moskva, kencangnya angin hampir membuat ujung jari membeku, padahal sudah pakai sarung tangan pinjaman Mas Wawan.

Kremlin di seberang

Perjalanan yang terasa jauh mengantar kami ke kawasan Kadashevaskaya Nab. Dimana-mana terlihat barikade penutup jalan dari arah Tverskoy District. Pada titik-titik yang tidak terhalang pagar maupun kendaraan besar, petugas keamanan berjaga untuk menghalau lalu lintas; bahkan pejalan kaki pun tidak boleh menyeberang. Padahal kami tinggal selangkah lagi menuju Kremlin dan St. Basil's Cathedral, keduanya sudah melambai-lambai dari kejauhan!

Kami stuck di sisi ini; tidak bisa menyeberang dan tidak menemukan stasiun metro. Tanpa melalui diskusi panjang, kami melipir ke salah satu minimarket di sisi jalan Pyatnitskaya demi mencari sebutir nasi ataupun sehelai gandum. Kelaparan membuat kepala mulai terasa pusing, kaki melemah, dan tubuh semakin menggigil. Mengerikan. Setelah perut terisi roti sandwich (atau hotdog ya?) secukupnya, barulah semangat juang kembali ke jiwa. Kami balik arah ke jalan raya Raushkaya untuk mencari celah penyeberangan ke sisi utara.

"They're opening the road!" suara bersahut-sahutan ramai terdengar di Raushkaya Street, ternyata bukan hanya kami yang menanti-nanti barikade dibuka. Dari kejauhan tampak kerumunan orang berkumpul di ujung selatan jembatan, tengah mengamati polisi memindah-mindahkan barikade penghalau jalan. Puji Tuhan! Ada harapan bahwa akses menuju St. Basil's akan dibuka!


Pasca parade

...ternyata tidak. Jembatan hanya boleh diakses oleh peserta parade yang baru dibubarkan dari arah Red Square. Dengan mata elangnya, para petugas keamanan menghalau orang-orang iseng yang mencoba menerobos dan melawan arah. Aih, lagi-lagi gagal ngapel ke St. Basil's... *hela nafas panjang* ๐Ÿ˜” Ya sudahlah... daripada bersedih, mari kita nikmati saja arus ribuan manusia yang baru selesai menonton parade militer di pusat kota. 

Walau bukan parade militernya, iring-iringan manusia peserta parade juga menarik kok untuk diamati. Banyak hal yang kami pelajari dari warga Rusia ini, salah satunya: betul-betul menghargai jasa pahlawan yang gugur di medan perang demi mempertahankan Rusia dari serangan pihak asing.



Mayoritas peserta parade membawa papan kayu yang ditempeli foto sanak-kerabat yang gugur saat melawan Nazi 72 tahun yang silam. Padahal kalau dipikir-pikir, remaja dan muda-mudi pasti sudah tidak sempat mengenal kakek atau buyutnya yang gugur perang. Tapi mereka tetap mewarisi rasa bangga dan hormat bagi almarhum. Selain foto, atribut bendera dan balon dalam warna merah-putih-biru juga banyak dibawa oleh peserta parade. Beberapa wanita kami dapati membawa buket bunga yang masih segar. Tahu dong bunganya untuk apa? Kalau belum tahu, monggo baca lagi post satu ini.





Manusia masih berdatangan dari sisi seberang jembatan seperti tak ada putusnya, walaupun memang lebih sedikit dari pertama kali blokade dibuka. Akankah ada kesempatan bagi kami untuk menyeberang? Samar-samar aku dan Bang Adi mendengar percakapan dua orang turis yang berdiri tak jauh dari kami. "They will open the blockade at 6.00 p.m.," kata seorang bapak Rusia kepada tamu turisnya. Okelah kalau begitu. Roger that, Sir! Jam 6 sore nanti kami akan kembali ke jembatan ini. Sekarang... marilah kita kembali melipir ke kafe terdekat karena roti sisa brunch tadi pagi sudah lenyap dicerna. Lapar!


Kisah selanjutnya tak perlu lah ya diceritakan. Tidak ada yang menarik dari 2 jam luntang-lantung di Starbucks kawasan Pyatnitskaya, tak jauh dari Novokuznetskaya St. Kalau readers ada yang mem-follow aku (atau Bang Adi atau Vani) di Instagram, kubocorkan satu cerita: proses edit and upload foto ke Instagram biasanya terjadi saat kami ngaso seperti saat ini. Hahaha. Lumayan memanfaatkan free Wi-Fi yang hampir selalu ada di setiap kafe dan restoran di Rusia.




Fun fact: Saking langkanya pendidikan Bahasa Inggris di Rusia (atau bahkan "huruf Latin" tidak diajarkan?), setiap toko atau restoran franchise luar negeri diharuskan memasang nama dalam bahasa Rusia di depan tokonya. Jangan heran kalau readers nanti tidak menemukan tulisan "Starbucks" atau "McDonald"; carilah "ะกั‚ะฐั€ะฑะฐะบั" dan "ะœะฐะบะดะพะฝะฐะปะดั".

Di sela-sela penantian pembukaan akses ke St. Basil's Cathedral kami sempat balik ke Belorusskaya St. untuk menyicip fast food ala Restoran Teremok dekat stasiun. Saking sudah tak tahu lagi harus kemana mencari restoran di sekitar kawasan Pyatnitskaya.

*

"Perjalanan Suci Bertemu St. Basil" akhirnya membuahkan hasil pada jam 6 malam. Kerinduan 66 jam kami kini terbalaskan, readers! *tabuh genderang* Novokuznetsky menuntun kami langsung ke sisi selatan Red Square tempat Sang Katedral berdiri dengan spektakulernya. 



Dari tengah jembatan bisa menengok megahnya Kremlin

St. Basil's Cathedral adalah simbol paling populer Rusia yang punya arsitektur menarik, warna, pola, dan bentuknya seperti menabrak tradisi struktur katedral Rusia pada umumnya. Punya nama asli "Cathedral of the Intercession of the Virgin by the Moat" katedral lebih terkenal dengan nama "St. Basil's" sesuai nama seorang Santo Ortodoks, Yurodivy Vassily Blazhenny (Basil), yang dimakamkan di situs ini.



Menara jam Kremlin tepat di seberangnya

Katedral St. Basil dibangun pada 1552-1561 sesuai arahan Tsar Ivan the Terrible (1533-1584) ketika dia berhasil mengalahkan pasukan Tartar Mongolia di kota Kazan saat Feast of Intercession. Desas-desus yang tak pernah terbukti kebenarannya mengatakan bahwa para arsitek Katedral St. Basil sengaja dibutakan oleh Tsar Ivan untuk mencegah mereka membuat bangunan yang lebih indah.

Meski ukurannya tidak bisa dibilang "besar", Katedral St. Basil bisa dikenali dari kejauhan, sama seperti kami ketika berdiri dari luar gerbang Museum Sejarah Rusia ataupun dari sisi seberang sungai Moskva. Dominasi batu bata merahnya terasa pas sebagai dasar dan pemersatu keseluruhan warna-warni tubuh Katedral: biru, putih, hijau, oranye, kuning, dan putih.




Katedral memiliki struktur satu gereja utama yang dikelilingi 8 kapel, 4 besar dan 4 kecil, sesuai arah mata angin. Kesembilan struktur bangunan berdiri di atas satu pondasi tunggal. Konon, jumlah 8 kapel dipilih sebagai simbol Octagram atau bintang bersudut 8 yang merupakan lambang Penebusan, Baptis, dan Kelahiran Baru dalam agama Kristen.



Sejarah yang sesungguhnya dibalik konstruksi Katedral masih merupakan misteri. Yang pasti, ketika pertama kali dibangun, Katedral St. Basil memiliki warna putih -- seragam dengan Kremlin di seberangnya -- dan kubah-kubah kapelnya berwarna emas, bukan warna-warni seperti sekarang ini. Bentuk Katedral yang populer saat ini berasal dari renovasi abad 17 dan 18 dimana sebuah menara lonceng didirikan, kubah-kubah polos dipoles lebih meriah dengan berbagai pola, dan keseluruhan Katedral dicat ulang dengan desain yang lebih kompleks dan terintegrasi.

*

Di tengah-tengah euforia 'kopi darat' dengan Katedral St. Basil, kami dikasih surprise oleh Mas Wawan! Manusia satu ini emang kayak nggak kehabisan stok "kebaikan hati" ๐Ÿ’– Sebenarnya kami memang sudah janjian akan ketemuan terakhir kali sebelum ke St. Petersburg -- plus doski mau ngasih kartu metro St. Petersburg yang lumayan bisa mengurangi transportation expense -- tapi begitu tahu kami sudah dalam perjalanan menyeberangi jembatan ke Katedral St. Basil, Mas Wawan mengurungkan niatnya. Ponselnya sudah low battery dan khawatir kalau tidak bisa ketemu di lokasi seluas ini.

Mas Wawan sukses gilang-gemilang membuat aku kaget selagi asyik membidik Katedral St. Basil. Ya ampunnnnn~ Tapi puji Tuhan banget sih, Mas Wawan gigih dateng nyamperin kami. Soalnya... kami hampir ketinggalan kereta! Hahaha. Luar biasa.

Readers maklum lah ya namanya ketemu "cinta pada pandangan pertama", kami semua terlena dibuai indahnya Katedral St. Basil dan tak sadar waktu sudah menunjukkan pukul 20.30! 1 jam 15 menit menuju keberangkatan ke St. Petersburg. Wah, adegan selanjutnya sudah bisa terbayang dong, bergegas menuju terminal Leningradsky dengan kecepatan langkah kaki 60 km/jam. 

Melewati GUM dalam ketergesaan menuju stasiun metro

Yakale~ ngingkutin kecepatan Bang Adi dan Mas Wawan saja sudah bikin aku dan Vani kewalahan. Ngos-ngosan tanpa waktu jeda untuk istirahat mengambil napas tuh rasanya... menderita! Alasan utama kenapa aku paling benci ngaret a.k.a telat, apalagi dalam hal mengejar moda transportasi. Rasa panik dan capeknya bercampur aduk.

Sekali lagi, puji Tuhan... kehadiran Mas Wawan membuat kami tak perlu ribet mencari arah stasiun metro, menentukan jalur metro, mencari letak loker di Leningradsky; bahkan Mas Wawan dengan gagah perkasanya mengantar kami ke depan pintu gerbang kemerdekaan kamar di dalam kereta RZD. Yang bikin terenyuh *tsah* adalah tak sekalipun raut kesal atau bete hinggap di wajah Mas Wawan. Padahal kalau dipikir-pikir, dia bisa saja bilang: "Mau jadi apa lo semua kalo ga ada guweh~" AAAK, PELUKCIUM MAS WAWAN!

*

Sempit tapi nyaman

Perjalanan menuju St. Petersburg akan kami tempuh dalam waktu ±8 jam. Kamar di kereta RZD cukup nyaman (khususnya kalau ditempati sesama teman seperjalanan, tanpa orang asing) apalagi kami dibekali sebotol air mineral dan sebungkus roti ala kadarnya. Toiletnya pun bersih dan cukup lega untuk dipakai membasuh wajah + sikat gigi, sayangnya tidak ada shower room untuk mandi.


Aaaah~ mari kita istirahat! Besok pagi kami akan menginjak St. Petersburg, tak sabar pengen menyaksikan sendiri secantik apa sih kota legendaris ini.

Thanks for stopping by, Readers! Nanti main lagi yaa membaca keseruan kami selama 3 hari di St. Petersburg!

1 comment:

  1. Outstanding post however I was wondering if you could write a litte more on this subject?
    I'd be very thankful if you could elaborate a little
    bit more. Kudos!

    ReplyDelete