Seumur-umur aku belum pernah naik pesawat dengan business class. Pingin sih ya pingin... tapi kok ya sayang aja mesti buang duit 2-3 kali lipat hanya untuk rute sekali jalan. Dengan duit yang sama, aku sudah bisa beli rute PP bahkan mungkin bisa tambah satu rute lagi. Tapi ya namanya "mimpi" aku pun tentu suka membayangkan rasanya tidur nyaman 180 derajat di dalam pesawat... makan di piring porselen dengan penataan yang apik dan mewah... intinya menjadi Ratu dalam beberapa jam penerbangan.
Puji Tuhan, akhirnya mimpi ini terwujud di bulan Mei kemarin. Tanggal 25 Mei s.d. 3 Juni 2018, aku dan Bang Adi berkesempatan terbang ke London, Inggris dengan kelas bisnis dari maskapai Turkish Airlines.
Akhirnya kita bersua, Tower Bridge! |
FRIDAY, 25 MAY 2018
Manfaat terbang dengan kelas bisnis Turkish Airlines sudah kurasakan sejak tiba di Bandara Soetta Terminal 2. Alih-alih mengantri di counter check-in, staf maskapai langsung mengarahkanku ke lounge suite yang berada di ujung kiri Terminal 2. Wah lega banget rasanya... padahal aku sudah khawatir akan telat karena kehabisan Damri di Gambir akibat 'keasyikan' kerja sampai jam 17.30 (jam segitu Bang Adi sudah meluncur ke Bandara). Di lounge ini aku melewati prosedur check-in, daftar bagasi, hingga pengecekan imigrasi. Woah... begini toh rasanya jadi 'orang kaya'? Hahaha.
Rupanya kondisi lounge saat itu sedang ramai. Tak heran sih, semua tamu business class dari berbagai maskapai bisa menikmati area ini. Begitu juga dengan traveler berkartu kredit tertentu atau anggota klub maskapai tertentu. Kutemukan Bang Adi di bagian tengah lounge sedang mengutak-atik HP. "Erlin makan dulu, masih 1 jam lagi kita baru boarding," saran Bang Adi. Wah, harus mulai dari mana nih? Lumayan banyak makanan yang tersedia di lounge mulai dari buffet style sampai deretan pastries cantik yang menggoda iman.
Siap rebahan! |
Senyumku tak berhenti mengembang sejak pertama kali mengantri boarding menuju pesawat. Rasa gembira dan deg-degan bercampur menjadi satu. Duh, gimana kalau nanti aku keliatan norak dan udik? Syukurlah pengalaman perdana ini berjalan lancar. Aku duduk di samping jendela, bersebelahan dengan pria Jerman berbusana formal yang sepertinya sedang dalam perjalanan dinas. Ketika tahu bahwa aku bersama Bang Adi yang duduk di deret depanku, dia berkali-kali menanyakan apakah mau bertukar kursi agar kami bisa duduk sebelahan. Baik banget ya :')
Yang paling bikin nagih dari kelas bisnis, selain full flex bed-nya yang memang sudah kudambakan sejak pertama kali kenal traveling, adalah toilet pribadinya yang SUNGGUH SANGAT HARUM. Aku sampai ketagihan cuci tangan cuma karena terpikat keharuman sabunnya hahaha. Kalau rasa makanannya gimana, Lin? Ehm, enak-enak aja sih hahaha. Tapi karena styling-nya mewah gitu jadi mungkin secara tidak langsung menambah kenikmatan rasanya ya. Oh iya, karena aku penggila roti, aku bahagia sekali karena tiap beberapa menit kami ditawari keranjang berisi roti-rotian yang rasanya enak banget. Nah... gara-gara ini juga penyakit gastritisku malah kambuh di atas pesawat. Hahaha. Menderita banget deh, si lambung nyeri sampai ke tulang punggung. Makanya Lin... jangan kalap ketemu makanan 😅
Tangga menuju lantai 1 Turkish Airlines Lounge Istanbul |
SATURDAY, 26 MAY 2018
Setelah 12 jam di atas pesawat, mendaratlah kami dengan selamat di Bandara Internasional Ataturk, Istanbul. Aku dan Bang Adi akan transit di sini selama 2 jam 25 menit. "Udah siap memasuki World's Best Business Lounge, Lin?" Waduh keren sekali khasiat selembar tiket kelas bisnis ini!
Turkish Airlines Istanbul Lounge memanglah sangat spektakuler, readers. Terdiri dari dua lantai, lounge ini memiliki SEGALA HAL yang dibutuhkan setiap penumpang transit. Teater mini untuk menonton film, meja bilyar dengan rak-rak tinggi berisi segala jenis buku bacaan, dua deret komputer, bilik-bilik shower, serta children playground. Kalau kamu transit selama 5-8 jam, lounge ini bahkan menyediakan kamar tidur suites! Wah-gela-seh ini keren banget.
Apa yang Erlin dan Bang Adi lakukan? Hanya duduk-duduk santai menikmati free Wi-Fi dan ratusan pilihan makanan lounge. Tak lupa, foto-foto syantik ala selebgram yang diendorse Turkish Airlines hahaha. Muka masih kusut karena ngantuk dan kesakitan, tapi kalo di depan lensa otomatis tersenyum paling maksimal.
Kali ini penerbangan kami singkat saja, hanya 3 jam 50 menit. Pukul 10:35 (GMT+1) pesawat mendarat mulus di Bandara Internasional Gatwick, London. Ini bandara terbesar kedua di London setelah Bandara Heathrow. London punya 6 (enam) bandara, dan di trip kali ini aku dan Bang Adi menginjak 3 (tiga) di antaranya. Pusing nggak sih, saat di Jakarta aja hanya ada 2 (dua) bandara doang?
Hal terpenting yang harus dilakukan selepas keluar dari arrival gate adalah mencari kartu transportasi dan kartu SIM lokal. Kartu transportasi ini sebenarnya prepaid card sejenis e-Money atau BRIZZI yang merupakan pengganti uang tunai untuk naik kendaraan umum di sekitaran London, namanya Oyster Card. Harga si Oyster ini £25/kartu, terdiri dari £5 deposit dan £20 saldo yang bisa langsung dipakai. Depositnya bisa diambil kembali saat mau pulang dari London, cukup kembalikan Oyster ke konter penjualannya di terminal keberangkatan. Sedangkan untuk kartu SIM, baru kami beli di luar bandara karena masih menimbang-nimbang harga kartu SIM termurah dari berbagai pilihan. Kami putuskan untuk membeli Vodafone seharga £20/kartu dengan kuota 6 GB untuk berdua. Koneksinya bagus banget dan kuotanya sangat cukup untuk dipakai berdua selama seminggu, bahkan ketika kami ke Irlandia dan Turki jangkauan free roaming-nya tetap kuat dan lancar. Keren deh.
Disclaimer: tulisan ini dibuat berdasarkan opini penulis semata. Apabila Readers merasa ada hal-hal yang kurang cocok dan bertentangan dengan opini pribadi, mohon dimaafkan karena penulis hanya ingin berbagi cerita yang sejujur-jujurnya dan sebenar-benarnya.
Ada sejumlah pilihan transportasi dari Bandara Gatwick menuju pusat kota London: bus/coach, kereta, atau taksi. Pilihan kami jatuh ke bus National Express yang karcisnya seharga £20/orang (alias Rp376 ribu! Pengen nangis 😢) Awalnya Google Maps mperkirakan waktu tempuh selama 2 - 2,5 jam. Eh ternyata semakin ke pusat kota, jalanan London semakin macet sehingga perjalanan kami ngaret jadi 3 jam.
Pemandangan di luar jendela bus sungguh sangat menyejukkan mata. Bandara Gatwick memang cukup jauh letaknya, sekitar 50 km di selatan pusat kota London. Kami melintasi sejumlah pemukiman warga dan gedung-gedung fasilitas umum yang terbilang sepi, syahdu, ala film-film Barat gitu deh. Ini juga salah satu keuntungan pesiar dengan bus, pemandangan yang tersaji lebih beragam dan lebih 'dekat' dengan warga lokal. Yah... meskipun jatuhnya lebih lama daripada kereta.
Perhentian terakhir bus adalah di Victoria Coach Station, dari sini kami jalan kaki 10 menit ke stasiun kereta bawah tanah a.k.a underground (istilah untuk stasiun subway di London) terdekat. Di Victoria Underground kami singgah sebentar ke kios Vodafone untuk membeli kartu SIM, sebelum lanjut naik kereta jalur Walthamtow Central. Begitu menjejakkan kaki keluar bus-lah baru terasa semakin jelas bagiku bahwa London, sebagai salah satu kota metropolitan terpopuler di dunia, ternyata kotor dan tidak seindah bayanganku.
Kami turun di Oxford Circus Underground. Cuma butuh 5 menit jalan kaki saja dari stasiun ini menuju destinasi pertama kami: Hotel The Langham London. Itu seriusan Lin kalian nginapnya di The Langham? Iya, hehehe. Ini memang hotel bintang lima... tapi tenang saja, harga yang kami bayarkan nggak sampai membuat habis gaji satu bulan kok. Puji Tuhan berkat keajaiban tangan Bang Adi, kami mendapatkan harga promo yang murah meriah untuk kamar Standard Twin selama 3 malam, yeay!
Setelah meluruskan kaki beberapa menit, aku dan Bang Adi memulai eksplorasi perdana Kota London. Rencananya sore ini kami akan langsung menyambangi landmarks kota, jangan buang-buang waktu mumpung langit sedang biru cerah. Tujuan pertama? Apalagi kalau bukan London Bridge, hahaha. Lagu si Fergie langsung terngiang-ngiang di kepala...
How come every time you come around my London London Bridge wanna go down like... 🎵🎶
Foto pertama di kameraku |
And here we are! Akhirnya mataku melihat langsung Sungai Thames yang begitu ternama. Sungai sepanjang 356 km ini kayaknya adalah sungai paling familiar kedua bagiku setelah sungai Nil, mengingat kepopulerannya di sejumlah literatur internasional; salah satunya, apalagi kalau bukan Sherlock Holmes-nya Sir Arthur Conan Doyle.
Seperti kebanyakan sungai di negara-negara Eropa, warna air Sungai Thames juga tidak jernih. Namun tahu tidak, readers, bahwa sungai satu ini digelari Sungai Terbersih di Dunia? Ini keren banget lho melihat bahwa sungai ini ramai dilewati berbagai macam transportasi air, bahkan ada sejumlah restoran yang beroperasi di atas Sungai Thames, salah satunya di atas kapal HMS Belfast. Terbukti dengan nihilnya sampah sekecil apapun di permukaan air, warga London dan seluruh pengunjung terlihat sangat menghargai keindahan sungai dan ekosistemnya. Sementara aku justru merasa miris karena kebalikannya, gelar Sungai Terkotor di Dunia, dipegang oleh Sungai Citarum, Indonesia bersaing tipis dengan Sungai Gangga, India. Duh duh... muka mau ditaruh di mana? 😔
Kawsan "City Hall" dihiasi replika dinosaurus |
Karena London Bridge ternyata biasa aja dinilai dari segi fotografis, kami jadi lebih banyak menghabiskan waktu di Tower Bridge. Dari London Bridge ke jembatan berbentuk menara itu, pengunjung cukup berjalan santai melintasi Borough High St. selama 15 menit. Pemandangan sepanjang jalan ini sangat memukau: Sungai Thames dan HMS Belfast di sisi kiri serta deretan bangunan futuristik di sisi kanan.
Tampak dekat menara Tower Bridge |
Berhubung perut sudah keroncongan, kami memutuskan untuk melipir makan siang. How to find a restaurant in foreign place: buka Google Map, ketik "restaurant near me". Dalam kasus kami: "KFC (atau McDonald's) near me" hahaha. Aku dan Bang Adi nggak mau iseng mencoba-coba restoran lokal, apalagi mengingat harga barang-jasa di negeri ini pakai poundsterling... mendingan cari aman deh dengan makan yang pasti-pasti aja. Restoran perdana kami di negara "The Three Lion" itu adalah KFC Tower Hill Terrace seharga £8/orang. Ini tergolong mahal karena aku dan Bang Adi salah memesan menu, kami belum tahu betapa besarnya porsi junk food di London. Ke depannya, porsi makanan kami hanya menghabiskan sekitar £5/orang sekali makan.
Bang Adi dan The Shard |
Selama berpusing-pusing di kawasan utara Tower Bridge, mata kami tidak pernah lepas dari satu sosok bangunan pencakar langit berarsitektur menarik. Namanya "The Shard", atau dikenal juga dengan Shard of Glass atau Shard London Bridge, karena memang terletak dekat London Bridge. "Shard" alias "beling" memang nama yang cocok bagi gedung satu ini, pasalnya seluruh permukaan terbungkus apik dengan beling/kaca dengan bentuk piramida panjang. Bangunan yang terdiri dari 95 lantai ini merupakan the tallest skyscraper in United Kingdom dengan ketinggian 309,7 meter.
London Eye mengintip dari celah bangunan restoran dekat Tower Bridge |
Destinasi terakhir: London Eye. Selain Menara Eiffel, landmark satu ini selalu jadi destinasi impian sejak aku kecil. Bianglala raksasa yang menampung 32 kapsul/gondola di sepanjang sisi luarnya ini adalah the most popular paid tourist attraction di London dengan HTM sebesar £24.30 alias sekitar Rp450 ribu! Buseeeet... aku mah udah cukup senang bisa memandangi dari kejauhan. Nggak usah naik lah, daripada nanti menyesal 7 hari 7 malam hahaha.
The mighty London Eye |
London Eye letaknya dekat saja dengan menara jam paling populer sejagat raya: The Big Ben. Cukup berjalan kaki hingga ke Westminster Bridge. Sayangnya sejak tanggal 21 Agustus 2017, kembaran Jam Gadang di Padang, Indonesia ini mengalami renovasi besar-besaran yang akan berlangsung hingga tahun 2021 mendatang. Yah sudahlah... yang penting sudah melihat langsung The Big Ben dan Westminster Palace.
London Eye dari Westminster Bridge |
Puas memotret London Eye, kami putuskan untuk kembali dan mengakhiri petualangan. Eits tapi sebelumnya... ada satu destinasi lagi yang wajib kami genapkan. Itu adalah... jreng jreng... Primark. Hahaha.
Besok kami akan bertualang ke Buckingham Palace dan Sherlock Holmes Museum. Sampai jumpa!
0 testimonial:
Post a Comment