Aku teringat kata-kata bijak dari seorang guide lokal waktu nge-trip ke Raja Ampat: "Namanya bertualang di laut tidak akan bisa tertebak gimana cuacanya. Bisa saja di pagi hari langit terang-benderang. Tahu-tahu pas siang, eh malah hujan deras." Betul sekali. Dulu aku sok-sok 'berteori' bahwa perairan wilayah barat dan timur Indonesia saling bertolak belakang; saat yang Barat cerah dan tenang di bulan Juni-Agustus, di timur justru lagi bergejolak dengan curah hujan tinggi. Sekarang sih teorinya udah menguap. Tidak ada teori yang pas kalau berkaitan dengan laut lepas.
Memang tidak salah menginginkan cuaca cerah kalau lagi nge-trip ke pantai, yang salah adalah jika kita jadi bersungut-sungut saat keinginan tersebut tak tercapai.
Hari ini, hari kelima di Kepulauan Kei, kami seharian ditemani cuaca mendung. Kecewa kah? Pasti sih... tapi sama sekali tak mengurangi keceriaan kok. Toh jalan-jalannya sama empat makhluk yang memang tak pernah gagal bikin ketawa ngakak! 💗
Memang tidak salah menginginkan cuaca cerah kalau lagi nge-trip ke pantai, yang salah adalah jika kita jadi bersungut-sungut saat keinginan tersebut tak tercapai.
Hari ini, hari kelima di Kepulauan Kei, kami seharian ditemani cuaca mendung. Kecewa kah? Pasti sih... tapi sama sekali tak mengurangi keceriaan kok. Toh jalan-jalannya sama empat makhluk yang memang tak pernah gagal bikin ketawa ngakak! 💗
Tetap bahagiaaaaaa! (Model: Bang Adi mylov) |
DAY 5 - Sabtu, 16 Juni 2018
Untuk 'menebus' Jumat kemarin yang seharian cuma melewati jalur darat, hari ini kami diajak naik kapal layar! Oke, oke, memang bukan kapal layar ala phinisi yang guedhe itu, tapi kan tetap saja menggunakan layar. Hehehe. Di era modern kayak sekarang ini, ketika orang-orang lebih memilih naik speedboat agar cepat sampai tujuan, kapal layar semakin dilupakan dan sulit ditemui. Makanya aku girang banget waktu dari jauh melihat 'sesosok' tiang dan gulungan layar pada kapal yang akan membawa kami bertualang.
Kapal layar! |
Sayangnya langit sedang tidak begitu bersahabat hari ini. Semalam hujan memang turun begitu deras, bikin aku jadi berharap bahwa paginya akan cerah dan terang. Eh, ternyata justru sebaliknya: sejauh mata memandang, mega berarak bergulung tebal tanpa ujung. Hujan pun tampaknya betah sekali turun meski hanya rintik-rintik. Tidak apa-apa, tidak apa-apa! Mengutip lagu Yura Yunita: "Kita harus bahagia!" ♫♪ #yousingyoulose
Difotoin Rian |
Yeay, layarnya sudah mengembang! |
Tiap kali ikut islands hopping trip, kita pasti akan bertemu dengan gusung pasir atau pasir timbul. Gusung ini adalah hamparan pasir yang membentuk pulau jika air sedang surut dan kembali tenggelam saat pasang. Misal gusung pasir di Pahawang, Lampung atau di Taka Makassar, Flores.
Nah, primadona gusung pasir ini dapat kita temukan di Maluku Tenggara. Tepatnya di Ngurtafur, sekitar 1 jam naik kapal motor dari Pelabuhan Debut. Kenapa aku menyebutnya 'primadona' karena panjang pantai ini mencapai 2 km (lebar 7 m) dengan struktur meliuk-liuk yang sangat indah jika dilihat dari ketinggian.
Nah, primadona gusung pasir ini dapat kita temukan di Maluku Tenggara. Tepatnya di Ngurtafur, sekitar 1 jam naik kapal motor dari Pelabuhan Debut. Kenapa aku menyebutnya 'primadona' karena panjang pantai ini mencapai 2 km (lebar 7 m) dengan struktur meliuk-liuk yang sangat indah jika dilihat dari ketinggian.
Halo, Ngurtafur! |
Enak kali ya jogging di sini... |
Begitu mendekati Ngurtafur... seketika kurasakan lagi gelombang kekecewaan pada tour agency yang kami gunakan. Salah satu alasan kenapa aku tak mau merekomendasikan beliau ke Readers sekalian adalah karena dia tak bisa memenuhi janjinya untuk memberi kami fasilitas drone! Padahal kan Ngurtafur ini indah sekali dilihat dari udara. Bahkan berfoto dengan drone di Pantai Ngurtafur adalah salah satu highlight dari trip Pulau Kei, wajib hukumnya! Coba saja kami diberitahu jauh-jauh hari saat masih di Jakarta, pastilah aku akan berusaha mencari jasa sewa drone meski harus membayar entah berapa puluh-ratus ribu rupiah lagi. Yah... pokoknya Readers yang mau main ke Kei sebisa mungkin bawa drone deh agar bisa mengabadikan uniknya kelokan Ngurtafur lewat bird eye view.
Saat kami merapat di Ngurtafur, hawa-hawa hujan sudah mulai terasa. Di arah utara (sok tahu lu, Lin, kan aslinya situ buta mata angin :p) awan gelap bergerombol tampak siap mencurahkan air hujan. Di arah yang berlawanan, langit masih jernih tapi tetap berhiaskan warna kelabu tipis. Katanya sih cuaca di timur Indonesia memang tak bisa diprediksi, apalagi di musim angin tenggara pas bulan Juni-September begini.
Benar saja... 10 menit kemudian hujan gerimis turun 'menyapa' Ngurtafur. Rombongan dari kapal lain yang tadi sudah tiba di sini sebelum kami mulai bergegas lari ke kapalnya, siap melanjutkan islands hopping trip-nya ke destinasi berikut. Kami yang baru tiba ini tidak ikut beranjak, malahan aku senang karena pantainya sekarang sepi. Trus hujannya gimana Lin? Yaudah tetap lanjut foto-foto, hahaha! Tak ada tempat berteduh juga kan, yowes sekalian saja kita hujan-hujanan! 💧💦
"Ini kisah cintaku... aku yang kiri..." |
Pantai Ngurtafur ini sejatinya 'tersambung' dengan Pulau Warbal. Namun waktu itu kami tidak berjalan ke pulau, maklum jarak 2 km ternyata cukup jauh (setara dengan perjalananku dari kos ke kantor 😋) Menariknya, perairan sekitar Pulau Warbal adalah wilayah konservasi penyu belimbing (tabob) yang dikelola WWF. Selain tabob, kita juga berkesempatan bertemu rombongan burung pelikan jika datang pada saat masa migrasi mereka dari Australia.
Mana Drone-nya mana?! (Sumber: Atas - Travel Detik, Bawah - Daradaeng) |
Setelah kira-kira 40 menit melakukan sesi foto di Ngurtafur, kami pun melanjutkan perjalanan. Perhentian kedua adalah Pulau Ohoiew (baca: Ohoi-ew), sebuah pulau karang kecil yang berada di depan Desa Ngilngof. Hal pertama yang kami notice adalah rumah bertingkat yang terbuat dari kayu. Bangunan ini rupanya bagian dari Ohoiew Island Resort. Saat itu resor sedang tidak ramai oleh customer, bahkan tidak ada satu staf pun yang terlihat.
Aktivitas apa yang kami lakukan di pulau ini? First thing first: numpang toilet. 😅 Saat menuju bagian belakang resor barulah kami bertemu dengan Bapak Penjaga Rumah yang sedang menyiangi rumput. Kami lalu duduk mengaso di bale-bale (dalam Bahasa Manado: "dego-dego"), semacam tempat duduk bambu untuk bersantai di bawah naungan pohon rindang. Lumayan banget memayungi kami dari hujan yang masih betah turun rintik-rintik.
"Aku kok kepengen minum air kelapa muda ya. Kayak seger banget pasti," celetuk Bang Adi. Eh, tiba-tiba Rian bangkit dari bale-bale dan mencari penjaga rumah. Rupanya dia menangkap 'kode' dari Bang Adi dan langsung berinisiatif meminjam parang dari Bapak Penjaga. Bersama kedua awak kapal, Rian mencari kelapa di hutan belakang rumah. Tak berselang lama datanglah ketiganya dengan lima batok kelapa muda untuk kami. "Iya barusan manjat di hutan belakang," Rian menjelaskan. Astaga... ini baru namanya kelapa muda fresh from the tree! Maaf ya tidak ada foto pelengkap, maklum kami langsung sibuk menyeruput air kelapa yang segar!
Satu pulau lagi sempat kami kunjungi hari itu yaitu Pulau Nai. Sayangnya aku sama sekali tidak ingat apa saja aktivitas yang dilakukan di sana. Hahaha! Ditambah lagi tak ada satu helai pun foto yang diambil Bang Adi, Yosa, Nanda, maupun Bang Tommy. Ya sudahlah. Kalau Readers penasaran tentang Pulau Nai, monggo baca laman satu ini dari WWF yang melakukan budidaya rumput laut di pulau tersebut.
Nggak begitu butuh sunblock saat lagi mendung begini hahaha |
Satu pulau lagi sempat kami kunjungi hari itu yaitu Pulau Nai. Sayangnya aku sama sekali tidak ingat apa saja aktivitas yang dilakukan di sana. Hahaha! Ditambah lagi tak ada satu helai pun foto yang diambil Bang Adi, Yosa, Nanda, maupun Bang Tommy. Ya sudahlah. Kalau Readers penasaran tentang Pulau Nai, monggo baca laman satu ini dari WWF yang melakukan budidaya rumput laut di pulau tersebut.
Demikianlah petualangan hari kelima di Kei Islands trip. Terima kasih sudah mampir, Readers. Ah, sebentar lagi rangkaian cerita ini akan selesai. Minggu depan balik ke sini lagi yaa untuk baca bagian terakhir reviu perjalanan di Kepulauan Kei. Dadaaaaahhh! 🙋
Udah nggak bisa lagi dibedain mana warga lokal mana turis 😗 |
P.S.
Seperti yang sudah kuceritakan di Bagian 3 kemarin, foto-foto Kei Islands Trip telah berceceran saking lamanya aku menulis trip review. Alhasil aku banyak comot sana-comot sini dari IG Stories kawan-kawan seperjalanan demi foto liputan yang faktual. Nah, ternyata aku lupa mencomot foto dari IG Stories Bang Tommy, padahal ada footage yang cukup penting di sana. So here they are...
Kiri: Snorkeling; Kanan: Makan Siang |
Cerita yang tertinggal dari Bagian 2: Kami sempat snorkeling di hari pertama di Pulau Kei. Lokasinya adalah Dulahlaut, tak jauh dari Pulau Bair. Setelah panjat tebing Pulau Bair dan snorkeling di Dulahlaut, kapal kami merapat ke suatu pulau yang sunyi senyap. Beneran, deh, rada serem gitu di awal. Hahaha. Di sini kami menggelar makan siang nikmat di bawah rindangnya pepohonan.
Kiri: Lauk makan siang; Kanan: Pantai Metro |
Cerita pelengkap Bagian 3: Inilah lauk yang dihidangkan pada piknik tepi pantai kami di Madwaer. Lezat semua! Nggak peduli udah tercampur pasir yang diterbangkan angin kencang 😝
0 testimonial:
Post a Comment