"Hello, guys! Jadi sekarang kita mau ke Ohoi Letman! Di sana kita bakal lihat view laut dan rumah warga dari ketinggian, pokoknya bakal seru banget deh. Yeeeay! Dadaaah! Nanti dikabarin lagi yaa!" kira-kira akan seperti itulah jika blogpost ini dibuka ala-ala instastory-nya Nanda. Berasa ngomong sama pacar ya, ada "Nanti dikabarin ya!" segala, hmmm... 😏
Hari terakhir |
Cerita kali ini akan memuat kisah 3 hari terakhir di Maluku Tenggara. Masih banyak stok foto dari cantiknya Kepulauan Kei lengkap dengan ke-mentel-an pose kami berlima. Cihuyyy!
DAY 6 - Minggu, 17 Juni 2018
Perjalanan hari keenam ini kami mulai dari suatu desa ("ohoi" dalam bahasa lokal.red) bernama Letman. Jaraknya sekitar 15 km dari Kota Langgur dan dapat ditempuh dalam waktu 40-50 menit saja. Menurut sejarah desa, nama "Letman" artinya "jembatan bisu"
Jam 9 pagi mobil kami berhenti di dermaga nelayan Ohoi Letman. Eh, "dermaga nelayan"? Iya, Readers, hari ini kami akan menggunakan sampan yang biasa dipakai nelayan. Jadi kalau dihitung-hitung, selama Kei Islands Trip ini kami sudah menjajal berbagai jenis kapal dan perahu mulai dari speedboat, kapal layar, hingga sampan kecil (bermotor, tentunya).
"Nanti kita ke sana ya," kata Rian sembari menunjuk ke arah... utara? Selatan? Ah nggak paham lah, kayaknya sih utara 😅 Destinasi kami dekat saja dari dermaga, tak sampai 30 menit. Walaupun dekat, perjalanan kami diwarnai keseruan dan kekocakan. Begitu sudah di atas sampan, seperti biasa para influenza influencers (baca: Nanda dan Bang Tommy) mulai merekam video selfie untuk nantinya di-share ke IG Story. "Halo, followers-nya Nanda! Hai, followers-nya Bang Tommy!" aku merecoki video mereka dari belakang. Eh, sudah heboh-heboh... kok kayak ada yang janggal dari belakangku? Bang Adi tampak kaku dan tidak mau ikutan "dadah-dadah" ke kamera HP. Ya ampun! Aku baru teringat beliau menyimpan memori pahit akan sampan kecil begini.
"Duh, aku kok langsung keingat waktu di Kiluan ya, langsung trauma!" aku Bang Adi, menjelaskan kenapa dia tak bisa tertawa lepas disaat empat orang yang lain girang-gembira sejak awal. Ada apa sih di Kiluan? Ada empat insan manusia yang terombang-ambing di Samudera Hindia! Kalau penasaran, monggo baca ceritanya di sini ya. Aku memang hanya menceritakan dari sudut pandangku dan Agung, sementara Bang Adi ada di perahu yang lain lagi bersama Kak Vani. Tapi bisa lah dibayangkan betapa ngeri-nya situasi saat itu, ditambah lagi mereka memang tak begitu 'akrab' dengan lautan.
Anyway. Harusnya wanita yang disebutkan terakhir tadi juga ikut di trip ini, tapi dia keburu beli tiket mudik ke Medan. Padahal kalau ada Kak Vani, aku kan jadi ada kawan bercengkerama di kamar, alih-alih sirik mendengarkan tawa cekikikan yang datang dari kamar si Yos-Nanda. Hmm.
Jam 9 pagi mobil kami berhenti di dermaga nelayan Ohoi Letman. Eh, "dermaga nelayan"? Iya, Readers, hari ini kami akan menggunakan sampan yang biasa dipakai nelayan. Jadi kalau dihitung-hitung, selama Kei Islands Trip ini kami sudah menjajal berbagai jenis kapal dan perahu mulai dari speedboat, kapal layar, hingga sampan kecil (bermotor, tentunya).
Destinasi pertama terletak tidak jauh dari dermaga |
"Nanti kita ke sana ya," kata Rian sembari menunjuk ke arah... utara? Selatan? Ah nggak paham lah, kayaknya sih utara 😅 Destinasi kami dekat saja dari dermaga, tak sampai 30 menit. Walaupun dekat, perjalanan kami diwarnai keseruan dan kekocakan. Begitu sudah di atas sampan, seperti biasa para influenza influencers (baca: Nanda dan Bang Tommy) mulai merekam video selfie untuk nantinya di-share ke IG Story. "Halo, followers-nya Nanda! Hai, followers-nya Bang Tommy!" aku merecoki video mereka dari belakang. Eh, sudah heboh-heboh... kok kayak ada yang janggal dari belakangku? Bang Adi tampak kaku dan tidak mau ikutan "dadah-dadah" ke kamera HP. Ya ampun! Aku baru teringat beliau menyimpan memori pahit akan sampan kecil begini.
Temukan senyum tidak tulus dalam foto ini! :p |
Sampan dan kru hari ini |
"Duh, aku kok langsung keingat waktu di Kiluan ya, langsung trauma!" aku Bang Adi, menjelaskan kenapa dia tak bisa tertawa lepas disaat empat orang yang lain girang-gembira sejak awal. Ada apa sih di Kiluan? Ada empat insan manusia yang terombang-ambing di Samudera Hindia! Kalau penasaran, monggo baca ceritanya di sini ya. Aku memang hanya menceritakan dari sudut pandangku dan Agung, sementara Bang Adi ada di perahu yang lain lagi bersama Kak Vani. Tapi bisa lah dibayangkan betapa ngeri-nya situasi saat itu, ditambah lagi mereka memang tak begitu 'akrab' dengan lautan.
Anyway. Harusnya wanita yang disebutkan terakhir tadi juga ikut di trip ini, tapi dia keburu beli tiket mudik ke Medan. Padahal kalau ada Kak Vani, aku kan jadi ada kawan bercengkerama di kamar, alih-alih sirik mendengarkan tawa cekikikan yang datang dari kamar si Yos-Nanda. Hmm.
Tiba di YTR! |
Setelah berperahu 20 menitan, tibalah kami di lokasi ekowisata bernama Ye'er Teran Ratut (YTR) yang berarti "Kerang Seratus Biji/Butir" atau "Pulau Siput 100 Ekor". Aku pun tak tahu cerita lengkap tentang asal-usul penamaan tersebut. Mungkin kalau nanti Readers ada yang berkesempatan main ke YTR, bisa sekalian nanya ke guide atau warga lokal setempat ya.
Hal pertama yang kami lakukan adalah menaiki menara pengawas setinggi... ehm, aku tak yakin berapa meter tingginya, yang pasti dia tiga tingkat. View dari ketinggian ini cakep banget, Readers. Kami hampir nggak bisa berhenti foto-foto!
Sebagai pusat wisata utama di Ohoi Letman, YTR dikelola dengan sangat baik. Selain menara pengawas, terdapat juga gazebo dan atraksi flying fox. Bulan April 2018 alias dua bulan sebelum trip kami ini, YTR menjadi tuan rumah syuting acara My Trip My Adventure, di mana host-nya menjajal flying fox setinggi 7 meter tersebut. Berhubung pagi itu kami menjadi satu-satunya turis, sesi foto terlaksana hingga setengah jam mencakup seluruh daerah YTR.
Hal pertama yang kami lakukan adalah menaiki menara pengawas setinggi... ehm, aku tak yakin berapa meter tingginya, yang pasti dia tiga tingkat. View dari ketinggian ini cakep banget, Readers. Kami hampir nggak bisa berhenti foto-foto!
Pemandangan dari menara pengawas |
Ohoi (Desa) Letman dilihat dari menara pengawas |
"Ayok gaya sok akrab!" kata Yosa. BAIK... tapi Bang Tommy ngapain itu??? |
Emanglah si Yos ini paling ajaib kalo berpose... |
Cantik banget kaaaan? |
Sebagai pusat wisata utama di Ohoi Letman, YTR dikelola dengan sangat baik. Selain menara pengawas, terdapat juga gazebo dan atraksi flying fox. Bulan April 2018 alias dua bulan sebelum trip kami ini, YTR menjadi tuan rumah syuting acara My Trip My Adventure, di mana host-nya menjajal flying fox setinggi 7 meter tersebut. Berhubung pagi itu kami menjadi satu-satunya turis, sesi foto terlaksana hingga setengah jam mencakup seluruh daerah YTR.
Perhentian kedua hari ini: Bukit Masbait. Berada di ketinggian sekitar 300 mdpl, Masbait adalah bukit tertinggi di Pulau Kei Kecil. Lokasi satu ini cukup ditempuh dengan jalur darat, letaknya sekitar 10 menit-15 menit dari Kota Langgur.
Sering disebut juga sebagai Bukit Kelanit karena terletak di Desa Kelanit, Masbait menjadi tempat perziarahan bagi umat Kristen-Katolik. Dari jalan masuk parkiran hingga ke puncak, tersebar sejumlah patung diorama Via Dolorosa yaitu perjalanan Yesus membawa salib ke Bukit Golgota. Di titik akhir, berdiri megah sebuah menara dengan patung Yesus berdiri di atas globe. Patung yang disebut "Arca Kristus Raja" ini istimewa sekali karena merupakan pemberian Paus Paulus II dari Roma pada tahun 2000 sebagai hadiah perlambang perdamaian. Arca Kristus Raja sebelumnya berada di salah satu ruangan di Basilika, Roma sebelum diboyong ke Indonesia. Saat kedatangannya, patung sempat diarak mengelilingi Maluku Tenggara.
Aku kurang tahu pasti berapa tinggi menaranya (ada kali 6-7 meter), tapi patung "Yesus Memberkati Maluku Tenggara" sendiri berukuran 3 meter. Patung ini melambangkan bahwa Yesus Kristus terus melindungi dan memberkati seluruh umat yang berada di kepulauan ini. Untuk mencapai menara ini, kita cukup trekking ringan sekitar 15 menit dari pintu masuknya di Desa Kelanit.
Seperti kebanyakan daerah di Indonesia, Bukit Masbait juga dikelilingi oleh beberapa desa dengan dominasi agama yang berbeda-beda. Mulai dari Ohoi Letman yang dihuni pemeluk agama Islam, Ohoi Der Tawung yang dihuni pemeluk agama Protestan, dan Desa Kelanit yang dihuni penganut agama Katolik. Indah sekali hidup damai diantara keberagaman ya? 😊
________________________________________________________________
DAY 7 - Senin, 18 Juni 2018
Hari terakhir Kei Islands Trip! Karena ini hari terakhir, kami berleyeh-leyeh setelah sarapan. Kegiatan jalan-jalan baru akan dimulai jam 10 nanti dengan didahului makan siang.
Ada yang sibuk menjemur baju-baju yang dicuci dengan gayung sebesar 'gereja' (masih ingat gayung dan bak mandi 'kerang' di penginapan ini? Hahaha! Baca post yang ini yaaa), ada yang melakukan sesi foto dengan gundamnya di pasir pantai (lirik Yosa), ada yang lanjut tidur setelah sarapan (siapa lagi kalo bukan Bang Adi), sedangkan sisanya asyik ngomonginorang pengalaman hidup sambil mengunyah cemilan hasil belanja di Supermarket Gota, Kota Langgur.
Quality time (tahulah ya Bang Adi ke mana... 😴) |
Ada yang sibuk menjemur baju-baju yang dicuci dengan gayung sebesar 'gereja' (masih ingat gayung dan bak mandi 'kerang' di penginapan ini? Hahaha! Baca post yang ini yaaa), ada yang melakukan sesi foto dengan gundamnya di pasir pantai (lirik Yosa), ada yang lanjut tidur setelah sarapan (siapa lagi kalo bukan Bang Adi), sedangkan sisanya asyik ngomongin
Supermarket Gota, swalayan terbesar di Pulau Kei Kecil |
Pesiar dimulai setelah makan siang di rumah Rian (Evelin Cottage, Pantai Ngurbloat). Kami akan... masuk hutan! Jadi ceritanya Bang Adi masih penasaran pengen hunting "pohon kelapa miring" (baca di sini), makanya hari ini Rian akan mengajak kami menemui pohon kelapa miring lain. Letaknya masih di Desa Ngilngof juga. Menuju ke lokasi pohon ini, kami memarkir mobil di pinggir jalan lalu masuk di lahan kebun gitu.
Petualangan terakhir di laut Kei kami lewatkan di Pulau Ohoiew lagi. Kali ini kami tidak singgah di resort-nya tapi cuma di gusung pasir yang terbenam air karena laut sedang pasang siang itu. Ananda, Yosa, dan Bang Tommy juga sempat snorkeling selama 15-20 menit di sekitar Ohoiew. Aku dan Bang Adi? Bersantai saja di speedboat, menikmati bau air laut dan angin sepoi-sepoi.
Dangke banya', Maluku! Terima kasih untuk keindahanmu! Aku tak sabar ingin mengeksplor pulau-pulaumu yang lain. Sampai jumpa! 🙋
Masuk hutan |
Pohon kelapanya sih ada, tapi kurang "Instagrammable" jadi kami tidak berfoto. Hahaha! Melihat tumbuh-tumbuhan di sekitarku, nampaknya sih ini adalah lokasi budidaya mangrove.
Banyak sekali Kepiting Pasir di sana. Kalau kami berdiri diam, mereka akan merayap keluar dari pasir. Sedikit saja kami bergerak, mereka buru-buru masuk kembali ke persembunyian. Awalnya sih lucu... eh lama-kelamaan hewan ini ternyata banyak banget! Kan geli-geli gimana gitu ya...
"Mana nich pohon kelapa miringnya?" |
Di sini aku dibuat kagum oleh kemampuan ajaib Rian memprediksi hujan. Saat kami masih asyik 'bermain-main' dengan kepiting pasir, dia sudah mewanti-wanti, "Ini udah mau hujan, kedengeran anginnya." Otomatis kami balik kanan menuju mobil. Setengah jalan membelah kebun, gerimis mulai turun. Kami langsung berlari-lari naik ke mobil. Wah, keren sekali ya, bisa tahu kedatangan hujan cukup dari suara angin 😍
Monumen Woma El Valken di Ngilngof |
Petualangan terakhir di laut Kei kami lewatkan di Pulau Ohoiew lagi. Kali ini kami tidak singgah di resort-nya tapi cuma di gusung pasir yang terbenam air karena laut sedang pasang siang itu. Ananda, Yosa, dan Bang Tommy juga sempat snorkeling selama 15-20 menit di sekitar Ohoiew. Aku dan Bang Adi? Bersantai saja di speedboat, menikmati bau air laut dan angin sepoi-sepoi.
Sok-sokan mau "berjalan di atas air" gitu |
"Rian, tinggalin mereka aja yuk!" // "Nanti pada dimakan hiu. Kasian hiunya makan yang beracun :(" |
Serasa syuting Baywatch ya, guys? |
Sebelum berpisah dengan Kepulauan Kei, kami wajib berfoto dengan dua ikon kebanggaan Pulau Kei Kecil di Jembatan Isdek. Untungnya hujan sudah berhenti jadi kami bebas bergaya centil, tak peduli banyak motor dan mobil melewati jembatan. Hihihi! Duh, belum apa-apa aku sudah merindukan 4 manusia berkelakuan ajaib ini 💗
Posenya masih pada normal... |
Masih normal juga... |
Yak! Ke-abnormal-an dimulai! |
Oke... ini pose... "Asia's Next Top Model"? |
MOHON MAAF, INI GAYA APA YA? |
Rangkaian foto-foto di atas sekaligus mengakhiri rangkaian Kei Islands Trip Review ini. Terima kasih sudah setia mengikuti ceritaku dari bagian 1 s.d. 5 ini, Readers. Duh, kok aku mellow ya... sesedih pas bulan Juni 2018 lalu sewaktu trip beneran mau selesai 😔
Hari Selasa, 19 Juni 2018, aku terbang dengan GA 7647 untuk kembali ke Ambon (tiba 07.25 WIT) dan ID 6169 ke Jakarta (19.20 WIB) dengan transit dulu di Makassar selama 5 jam. Oh ya, jika kalian bertanya-tanya apa suvenir khas dari Kepulauan Kei... aku juga tidak tahu jawabannya hahaha. Awalnya aku berencana mencari oleh-oleh di Bandara Ambon saja, tapi koleksi di kios suvenirnya kurang menarik. Sempat terpikir untuk membeli mutiara (seperti Lombok, Maluku juga punya budidaya mutiara) tapi harganya bikin dada sesak, hahaha.
***
Catatan pengeluaran:
Tiket pesawat CGK-AMQ-LUV PP = IDR 2.812.000 (Makasih promo GOTF!)
Hotel Amaris Ambon = IDR 465.000
Tour package (accom,transport) = IDR 4.000.000
Biaya selama di Kei = IDR 1.147.960
Total = IDR 8.424.960
AAAARRGGHHH.....pingin main lagi
ReplyDeleteajak aku lagi nanti yaaaa
Delete