Halo, readers! Kumusta kayo? ("Apa kabar?" dalam Bahasa Tagalog). Di reviu bagian terakhir ini akan ada cerita lengkap tentang aktivitas setengah hari di Kota Manila, lengkap dengan cerita kekagumanku tentang perlakuan hormat warga Filipina pada pahlawan nasionalnya. Di part finale ini juga aku akan membocorkan besarnya pengeluaran selama El Nido (dan Manila) Trip.
Hari Selasa, 5 Februari 2019 ini kami main ke Rizal Park, Intramuros, Katedral Manila, Mall of Asia, dan mencicip rasa ayam goreng waralaba-nya Filipina, Jollibee.
Hari Selasa, 5 Februari 2019 ini kami main ke Rizal Park, Intramuros, Katedral Manila, Mall of Asia, dan mencicip rasa ayam goreng waralaba-nya Filipina, Jollibee.
Hari 4
5 Februari 2019
Mobil sewaan yang akan membawa kami ke Bandara Puerto Princessa sudah siap tengah malam. Jam 1 dini hari, rombongan kami berangkat. Karena masih sangat ngantuk, kami tertidur pulas sepanjang perjalanan. Begitu mobil berhenti di depan bandara, waktu masih menunjukkan pukul 5.29 pagi dan Pintu Keberangkatan bandara masih tertutup. Ya sudahlah, mari kita menunggu dengan sabar. Kami menggunakan maskapai Philippine Airlines PR2782 yang akan tiba di Manila jam 9 pagi.
Bang Adi tetap memesankan hotel di Manila meski kami hanya 'transit' beberapa jam sebelum nanti malam lanjut terbang lagi ke Jakarta. "Biar bisa tidur siang dan mandi sebelum ke bandara," katanya. Betul saja, aku dan Kak Vani langsung tertidur begitu kepala menyentuh bantal. Maklum lah ya, walaupun sempat tidur di dalam van dari El Nido ke Puerto Princesa, rasanya kurang lelap karena kaki tak bisa selonjoran. Puji Tuhan kami bisa langsung check-in walaupun waktu masih menunjukkan jam 10 pagi. Sepertinya Isabelle Royal Hotel sedang sepi customer hari itu.
Bang Adi tetap memesankan hotel di Manila meski kami hanya 'transit' beberapa jam sebelum nanti malam lanjut terbang lagi ke Jakarta. "Biar bisa tidur siang dan mandi sebelum ke bandara," katanya. Betul saja, aku dan Kak Vani langsung tertidur begitu kepala menyentuh bantal. Maklum lah ya, walaupun sempat tidur di dalam van dari El Nido ke Puerto Princesa, rasanya kurang lelap karena kaki tak bisa selonjoran. Puji Tuhan kami bisa langsung check-in walaupun waktu masih menunjukkan jam 10 pagi. Sepertinya Isabelle Royal Hotel sedang sepi customer hari itu.
Wujud kamar Yosa dan Goen yang tipe loft |
Jam 11 siang, Bang Adi mengomando kami untuk turun ke lobi hotel. City tour siap dimulai! Selama di Manila, kami hanya mengandalkan Grab untuk transportasi keliling kota.
"Bayarnya pake OVO juga, Lin?"
Ya tentu tidak, Fulgoso, pake kartu kredit. Berhubung nggak punya kartu kredit, sebagai gantinya aku memakai kartu debit Jenius dari BTPN.
"Ah, Erlin mah promosi Jenius mulu!"
Sori dori mori nih, Jek, aku emang udah jadi Jenius user sejak 2017 😤 Oh ya, selain untuk bayar Grab, aku juga memakai Jenius untuk tarik tunai di Filipina. Rate-nya bagus kok, lebih murah juga dibandingkan bank-bank lain yang dipakai temanku.
"Bayarnya pake OVO juga, Lin?"
Ya tentu tidak, Fulgoso, pake kartu kredit. Berhubung nggak punya kartu kredit, sebagai gantinya aku memakai kartu debit Jenius dari BTPN.
"Ah, Erlin mah promosi Jenius mulu!"
Sori dori mori nih, Jek, aku emang udah jadi Jenius user sejak 2017 😤 Oh ya, selain untuk bayar Grab, aku juga memakai Jenius untuk tarik tunai di Filipina. Rate-nya bagus kok, lebih murah juga dibandingkan bank-bank lain yang dipakai temanku.
Selain Grab, opsi transportasi lain adalah angkot lokal: "jeepney" |
Sudah kenyang, kini saatnya membakar kalori yang tadi masuk begitu banyak. Kami jalan kaki sekitar 1 KM ke Rizal Park, sebuah taman seluas 60 hektar yang menjadi pusat kota Manila sebagaimana Monas di Jakarta dan Simpang Lima di Semarang. Saking luasnya, Kota Vatikan yang cuma 44 hektar itu bahkan bisa muat di taman ini. Banyak hal yang bisa dilihat di Rizal Park, misalnya monumen, museum, perpustakaan, planetarium, dan danau kecil di tengah taman.
Rizal Park sebelumnya bernama "Luneta Park" hingga akhirnya berganti nama sebagai penghormatan pada Dr. Jose Protacio Rizal, pahlawan nasional Filipina yang adalah seorang polymath alias ahli dalam berbagai bidang ilmu. Jose Rizal ditembak mati tanggal 30 Desember 1896 di Bagumbayan -- nama Luneta/Rizal Park dulu -- dengan tuduhan konspirasi politik dan pembangkangan terhadap pada Pemerintah Spanyol saat itu. Pada tahun 1912, kuburan Jose Rizal 'dipindahkan' dari makam keluarga ke Rizal Park yang menjadi bagian dasar monumen peringatannya.
Monumen Jose Rizal |
Hal yang kutemukan paling menarik tentang monumen Jose Rizal adalah fakta bahwa monumen yang terdiri dari tiga unsur (batu granit makam, patung perunggu Jose Rizal, dan obelisk) tersebut merupakan monumen publik paling dijaga se-Filipina. Monumen setinggi 13 meter ini ditunggui dua orang penjaga dari Philippine Marine Corps' Marine Security and Escort Group. Setiap sore antara jam 16.00 dan 17.00 berlangsung Upacara Pergantian Penjaga yang berlangsung selama 45 menit dan menjadi atraksi yang menarik perhatian wisatawan.
Ini keren sekali kan, readers? Monas saja yang jelas-jelas memiliki sepuhan emas di puncaknya itu tidak dijaga sedemikian ketat. Fakta ini menunjukkan betapa besarnya penghormatan Filipina pada pahlawan nasionalnya itu. Menurut readers, monumen/memorial mana di Indonesia yang mendapat perlakuan sama seperti Jose Rizal?
Selain monumen, museum, perpustakaan, dan planetarium, terdapat juga patung pahlawan nasional lainnya, Lapu-Lapu, yang mengusir penjajah Portugis.
Kereta untuk berkeliling Rizal Park |
Salah satu bagian paling cantik di Rizal Park |
Di seberang The Independence Flagpole terdapat monumen marmer yang dinamakan "Zero Kilometer". Kalau di Manado, ini serupa Tugu Nol Kilometer di Pasar 45 yang menjadi patokan jarak dan arah untuk menuju ke daerah lain di sekitaran Manado.
Zero Kilometer |
Kami melanjutkan perjalanan ke destinasi ketiga di bawah komando Goen dan Bang Adi sebagai penunjuk arah (baca: pemantau Google Maps). Tujuannya adalah Intramuros, area old town-nya Manila. Nama Intramuros berasal dari Bahasa Latin yang berarti: "Di dalam dinding", karena di sekeliling Intramuros memang terdapat (dinding) benteng perlindungan. Dibangun atas perintah Raja Phillip II dari Spanyol, benteng ini dimaksudkan untuk melindungi kekuasaan Spanyol di Filipina terutama dari Belanda dan Inggris yang juga sedang saling berebut wilayah jajahan di Asia Tenggara.
Patuh pada komando Goen |
Salah satu wujud benteng Intramuros |
Setelah berjalan kaki 30 menit mengikuti tuntunan Goen dan Bang Adi -- lengkap dengan nyasar beberapa kali hingga harus bertanya pada satpam gedung -- tibalah kami di kawasan kota tua Manila ini. Intramuros, pada saat masa penjajahan Spanyol di Abad ke-16, merupakan Kota Manila itu sendiri. Saat Perang Dunia II ketika Filipina dikuasai Amerika Serikat, Intramuros menjadi benteng pertahanan terakhir dari gempuran tentara Jepang. Saat itu kondisi benteng porak-poranda dan hanya Gereja San Agustin yang masih tegak berdiri.
Area seluas 670 meter itu sekarang menjadi saksi sejarah dan atraksi wisata utama Manila yang selalu menarik perhatian turis. Jalanan Intramuros tampak bersih dengan bangunan peninggalan Spanyol berjajar di sisi kanan dan kiri. Cantik-cantik banget! Seandainya Manila tidak panas, pasti aku betah berlama-lama di sini.
Gedung-gedung tua nan antik |
Kendaraan masih bisa berlalu lalang |
Salah satu spot foto cantik |
Kalo ini sih emang orangnya yang cantik 😙 |
Intramuros menyimpan berbagai gedung tua yang menjadi landmarks peninggalan Spanyol seperti Fort Santiago, Museum Casa Manila, dan Gereja San Agustin. Sayangnya kami tidak ke tiga tempat tersebut, kami langsung berjalan menuju Katedral Manila. Katedral ini dibangun pada tahun 1571 oleh Juan de Vivero, seorang klerus sekuler yang dikirim oleh Uskup Agung Meksiko, dan dirancang oleh Fernando H. Ocompo dengan tipe arsitektur Katedral Basilika bergaya Neo-Romanesque.
Katedral Manila |
Langit-langit katedral polos namun tetap memukau |
Altar katedral |
Dari Intramuros, kami beranjak untuk mencari oleh-oleh khas Manila. Lho, kok beli oleh-oleh lagi? Karena di mana-mana beli suvenir di lokasi wisata pasti akan lebih mahal dibanding beli di ibukota. Ditambah lagi pilihan jenisnya pun lebih banyak. Kami pergi ke SM Mall of Asia yang berjarak ± 6 KM dari Intramuros. Jalanan Manila ternyata sama aja seperti Jakarta: macet menjelang waktu pulang kantor. Kami menghabiskan setengah jam di dalam GrabCar.
SM Mall of Asia ini guedhe banget, Readers, di dalamnya ada studio IMAX dengan layar 3D terbesar di dunia (406.692 meter persegi) serta arena ice skating seukuran Olympic rink. SM MoA adalah pusat perbelanjaan terbesar ke-4 di Filipina dan ke-7 di dunia. Salah satu toko paling ramai di dalam mall adalah Kultura, tempat kami memborong oleh-oleh siang itu. Kultura menjual berbagai jenis suvenir khas Filipina mulai dari gantungan kunci hingga baju dan kain sutra yang mahal itu.
Kaget menemukan Alfamart di SM Mall of Asia |
Kunjungan di SM Mall of Asia menutup walking tour kami di Manila. Setelah pulang ke hotel untuk mandi, kami berenam lanjut ke bandara untuk pulang ke Indonesia. Seiring dengan itu, berakhir jugalah rangkaian cerita trip review di El Nido dan Manila, Filipina.
"Filipina bagus nggak, Lin?"
Bagus banget, cantik banget! Aku sangat menyarankan readers mencoba islands hopping, lagoon kayaking, dan Canopy Walk di El Nido, Pulau Palawan. Kalau sedang berada di Kota Manila, wajib main ke Rizal Park yang penuh museum dan monumen, lalu lanjut ke Intramuros, kota tua bersejarah yang punya banyak Instagrammable spot untuk foto-foto.
Semoga readers menikmati reviu kali ini yaa dan semoga itinerary + expense list di bawah ini bisa membantu kalian yang sedang berencana untuk main ke El Nido. Terima kasih sudah mampir ya, salam manis dari guide kami selama di El Nido!
Salamat po! ("Terima kasih" dalam Bahasa Tagalog)
_________________________________________________________
Itinerary & Expenses List
0 testimonial:
Post a Comment